BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Tanggung jawab adalah salah satu ajaran pokok dari agama. Bahwa Tuhan Maha
Adil, maka setiap orang pasti akan mempertanggung jawabkan perbuatannya,
sekecil apapun itu, dan akan mendapatkan balasan yang setimpal. Balasan bisa di
terima kelak di akhirat, atau sekarang di dunia, atau bahkan dua-duanya,
dibalas di dunia dan diakhirat.
Perilaku tanggung jawab harus diterapkan dimana saja kita berada karena ini
merupakan sifat yang terpuji, oleh karena itu kita wajib bertanggung jawab atas
segala bentuk apapun yang kita perbuat, entah itu perbuatan baik ataupun tidak.
Bertanggung jawab berarti kita juga telah berlaku jujur.
Tanggung jawab kita sebagai manusia itu bermacam-macam mulai dari beribadah
kepada Tuhan, sampai Kalifatullahi atau sebagai seorang pemimpin.
Maka dari itu kita sebagai manusia makhluk yang sempurna harus bersikap
tanggung jawab dibidang apapun atau diprofesi apapun yang kita jalani agar
semua yang kita lakukan mendapat Ridho dari Tuhan yang Maha Esa.
Al-Qur’an sebagai wahyu yang diberikan
kepada Nabi Muhammad SAW membawa umat manusia dari kegelapan ( kebodohan )
menuju cahaya terang benderang yakni agama Islam. Al-Qur’an juga menjelaskan
yang haq dan mengungkap berbagai kebathilan. Berbagai kebathilan telah mewarnai
dimensi kehidupan manusia. Salah satu bentuk kebathilan yang sering dijumpai
adalah sikap khianat. Orang yang khianat terkadang mendapat perlindungan dari
orang atau pihak-pihak tertentu. Sikap khianat banyak dijumpai di lingkungan
politik dan hukum. Salah satu lapangan politik dan hukum yang kerap diwarnai
sikap khianat yaitu Pengadilan.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana
kewajiban terhadap diri, keluarga, dan masyarakat ?
2. Bagaimana
berlaku adil dan jujur ?
3. Bagaimana cara
menghindari perbuatan khianat ?
C. TUJUAN
1. Agar kita
mengetahui bagaimana kewajiban terhadap diri, keluarga, dan masyarakat.
2. Agar kita
mengetahui bagaimana cara berlaku adil dan jujur.
3. Agar kita
mengetahui bagaimana cara menghindari perbuatan khianat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KEWAJIBAN
TERHADAP DIRI, KELUARGA, DAN MASYARAKAT
Tanggung
jawab merupakan sesuatu yang mendampingi hak asasi manusia sejak lahir. Dapat
kita lihat tanggung jawab mengandung 2 unsur kata yaitu menangggung dan
menjawab. Menanggung sendiri yaitu memikul sesuatu baik nyata ataupun tidak
sedangkan menjawab adalah sesuatu hasil yang mutlak dari sebuah reaksi manusia
dalam merespon sesuatu disekitarnya. Dapat diartikan tanggung jawab adalah
sesuatu yang ditanggung dan harus dilakukan oleh manusia baik terlihat maupun
tidak terlihat. Tanggung jawab sendiri erat kaitannya dengan kehidupan
sehari-hari manusia maka dari itu diperlukan sebuah tekad untuk melaksanakan
sebuah tanggung jawab. Contoh sehari-hari sebuah tanggung jawab yaitu :
Ø Seorang anak
yang telah menerima hak untuk disekolahkan oleh orang tuanya maka harus belajar
dengan giat dan menjadi seorang siswa / siswi yang berprestasi.
Ø Tuhan
menciptakan manusia ke dunia dan memberikan hak untuk hidup namun manusia
tersebut harus taat dan mematuhi larangannya agar tetap selamat.
Q. S. At-Tahrim ayat 6 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ
وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا
أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Artinya
: “ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu,
penjaganya Malaikat-Malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan. “ ( Q. S. At-Tahrim : 6 ).
Melalui ayat ini Allah
memerintahkan kepada umat manusia yang percaya kepada Allah dan Rasul-Nya agar
mereka menjaga dirinya dan keluarganya dari api neraka yang bahan bakarnya
terdiri dari manusia dan batu, yaitu dengan taat dan patuh melaksanakan perintah
dan meninggalkan larangan-Nya dan mengajarkan kepada keluarganya supaya mereka
melaksanakan perintah agama dan meninggalkan apa yang dilarangnya, sehingga
mereka selamat dari kobaran api neraka[1].
Hadits Nabi SAW :
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ
عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: كًلُّكُمْ رَاعٍ وَكَلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ وَالإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ
رَاعٍ فِى أَهْلِهِ وَمَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِى
بَيْتِ زَوْجِهَا وَ مَسْؤُوْلَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِى مَالِ
سَيِّدِهِ وَمَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَقَالَ حَسِبْتُ أَنْ قَالَ :
وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِى مَالِ اَبِيْهِ وَمَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَ كًلُّكُمْ
رَاعٍ وَكَلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ( رواه البخارى ومسلم والترمذى )
Artinya
: ” Dari
Abdullah bin Umar R. A. ia berkata : “ Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : “ Setiap kamu adalah
pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Imam adalah
pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya. Lelaki adalah pemimpin dalam
keluarganya dan bertanggung jawab atas anggota
keluarganya. Dan seorang perempuan adalah pemimpin dalam rumah tangga
suaminya, dan ia bertanggung jawab atas semua anggota keluarganya. Seorang
pembantu adalah pemimpin bagi harta
majikannya, dan ia bertanggung jawab atas keselamatan dan keutuhan
hartanya. “ Abdullah berkata : “ Aku mengira Rasulullah mengatakan pula bahwa
seseorang adalah pemimpin bagi harta ayahnya dan bertanggung jawab atas keselamatan
dan keutuhan hartanya itu. Semua kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab
atassegala yang dipimpinnya “. ( H. R. Bukhari Muslim dan Tirmidzi )[2].
Hadits diatas menunjukkan bahwa ajaran
Islam sangat menjunjung tinggi tanggung jawab seseorang. Tanggung jawab ada
hubungannya dengan hak dan kewajiban. Orang-orang yang kaya bertanggung jawab
atas harta yang dimilikinya, dan berkewajiban untuk menunaikan zakat / infaq
dari harta tersebut. Dia juga berhak untuk mempergunakannya sebagaimana yang
dikehendakinya asal sesuai dengan aturan Allah SWT.
Hadits di atas juga menjelaskan bahwa pada hakikatnya
semua manusia itu adalah pemimpin bagi segala hal yang ada di bawah wewenangnya
sesuai dengan tingkat dan kedudukan masing-masing,
mulai dari pemimpin formal sampai dengan pemimpin yang non-formal.
Dengan demikian, semua orang harus mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang
menjadi tanggung jawabnya. Disebutkan dalam hadits tadi umpamanya seorang
pembantu adalah pemimpin bagi harta majikannya dan ia bertanggung jawab atas
keutuhan dan keselamatan harta majikannya itu. Ini artinya bahwa seorang
pembantu tugasnya bukan hanya melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang diberikan
kepadanya, tetapi ia juga harus bertanggung jawab dan berusaha untuk menjaga
kekayaan majikannya dari kerusakan atau kehilangan, apakah itu diakibatkan
oleh pencurian, kebakaran, kelalaian, dan sebagainya.
1. Tanggung
JawabTerhadap Diri Sendiri
Manusia diciptakan oleh Tuhan mengalami periode lahir, hidup, kemudian
mati. Agar manusia dalam hidupnya mempunyai “ harga ”, sebagai pengisi
fase kehidupannya itu maka manusia tersebut atas namanya sendiri dibebani
tanggung jawab. Sebab apabila tidak ada tanggung jawab terhadap dirinya sendiri
maka tindakannya tidak terkontrol lagi. Intinya dari masing-masing individu
dituntut adanya tanggung jawab untuk melangsungkan hidupnya di dunia sebagai
makhluk Tuhan. Contoh : Manusia mencari makan, tidak lain adalah karena adanya
tanggung jawab terhadap dirinya sendiri agar dapat melangsungkan hidupnya.
2. Tanggung
Jawab Terhadap Keluarga
Keluarga merupakan masyarakat kecil. Keluarga terdiri atas ayah-ibu,
anak-anak, dan juga orang lain yang menjadi anggota keluarga. Tiap anggota
keluarga wajib bertanggung jawab kepada keluarganya. Tanggung jawab itu
menyangkut nama baik keluarga. Tetapi tanggung jawab juga merupakan
kesejahteraan, keselamatan, pendidikan, dan kehidupan. Untuk memenuhi tanggung
jawab dalam keluarga kadang-kadang diperlukan pengorbanan. Contoh : Seorang
ayah rela bekerja membanting tulang demi memenuhi tanggung jawabnya sebagai
kepala keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
3. Tanggung
Jawab Terhadap Masyarakat
Pada hakekatnya manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain, sesuai
dengan kedudukanya sebagai makhluk sosial. Karena membutuhkan manusia lain,
maka ia harus berkomunikasi dengan manusia lain tersebut. Sehingga dengan
demikian manusia di sini merupakan anggota masyarakat yang tentunya mempunyai
tanggung jawab seperti anggota masyarakat yang lain agar dapat melangsunggkan
hidupnya dalam masyarakat tersebut. Wajarlah apabila semua tingkah laku dan
perbuatannya harus dipertanggung jawabkan kepada masyarakat. Contoh : Seseorang
yang menyediakan rumahnya sebagai tempat pelacuran pada lingkungan masyarakat
yang baik-baik, apapun alasannya tindakan ini termasuk tidak bertanggung jawab
terhadap masyarakat, karena secara moral psikologis akan merusak masa depan
generasi penerusnya di lingkungan masyarakat tersebut.
B. BERLAKU ADIL
DAN JUJUR
1. Adil
Menurut bahasa, adil adalah
meletakkan sesuatu pada tempatnya dan tidak berat sebelah. Secara umum, adil adalah memperlakukan hak dan kewajiban dalam segala aspek
kehidupan baik sosial, budaya, ekonomi, suku, ras, golongan di dalam lingkup
keluarga maupun masyarakat secara seimbang, tidak memihak dan tidak merugikan
pihak manapun.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ لِلّهِ شُهَدَاء بِالْقِسْطِ
وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُواْ اعْدِلُواْ هُوَ
أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ ﴿٨﴾ وَعَدَ
اللّهُ الَّذِينَ آمَنُواْ وَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ
عَظِيمٌ ﴿۹﴾ وَالَّذِينَ
كَفَرُواْ وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا
أُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ الْجَحِيم ﴿۱۰﴾
Artinya : “ (8) Hai orang- orang yang
beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan ( kebenaran )
karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk belaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwa kepada
Allah, sesuungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (9) Allah telah menjanjikan kepada orang-orang
yang beriman dan yang beramal saleh, ( bahwa ) untuk mereka akan mendapat
ampunan dan pahala yang besar. (10) Adapun orang-orang yang kafir dan
mendustakan ayat- ayat Kami, mereka itu adalah penghuni neraka “. ( Q. S. Al-Ma’idah : 8-10 ).
Ayat di atas mengandung
makna bahwa setiap muslim hendaknya menjunjung tinggi keadilan, menegakkan
kebenaran dan membelanya sampai titik darah penghabisan. Perilaku orang yang
mengamalkan isi kandungan ayat di atas, sebagai berikut :
a.
Selalu bersikap perilaku adil kepada siapapun.
b.
Menghindari perilaku aniaya.
c.
Selalu menyatukan iman dan amal shaleh.
d.
Bertindak
bijaksana dalam memutuskan antara orang orang yang berselisih.
e.
Tidak
mengurangi timbangan dan takaran.
f.
Belajar secara
maksimal dan sungguh-sungguh agar semua potensi yang telah diciptakan oleh
Allah dalam diri kita dapat berkembang dengan baik, dan patuh pada perintah Allah dan
melaksanakannya serta menjauhi larangan-Nya.
g.
Tolong-menolong
dan bekerjasama dalam kebaikan.
h.
Memberikan rasa aman kepada orang lain dengan sikap
ramah, sopan dan santun.
i.
Menjadi teladan dan menciptakan suasana yang kondusif,
tenteram serta rukun.
j.
Tidak sombong atau angkuh bila bergaul dengan
masyarakat berbagai lapisan.
k.
Berpikiran positif ( positive thinking ), yaitu
berprasangka baik terhadap orang-orang yang ada disekitarnya.
l.
Selalu menggunakan akal dan tidak tergesa-gesa dalam
mengambil keputusan.
m.
Tidak membuat kerusakan, permusuhan dan kedengkian.
n.
Tidak mendahulukan emosi didalam menghadapi masalah,
kumpulkan informasi selengkap mungkin dengan adil dan gunakan rujukan sesuai
kehendak Allah SWT.
Hadits Nabi SAW :
عَنِ
اِبْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :
اَلْمُقْسِطُوْنَ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ عَلَى مَنَابِرِ مِنْ نُوْرٍ عَلَى يَمِيْنِ الْعَرْشِ الَّذِيْنَ
يَعْدِلُوْنَ فِي حُكْمِهِمْ وَاَهْلِيْهِمْ وَمَا وَلَّوْا (رواه ابن ابي شيبة
ومسلم والنسائي والبيهقي (
Artinya
: “ Dari Ibnu
Umar R. A. dari Nabi SAW bersabda : “ Orang yang berperilaku adil akan berada
di sisi Allah pada hari kiamat. Ia duduk di atas mimbar cahaya yang bersinar di
sebelah kanan Arasy, yaitu mereka yang adil dalam menghukum, adil terhadap
keluarga, dan terhadap sesuatu yang menjadi tanggungannya “. ( H.R. Ibnu Abi Syabah, Muslim, Nasa’I,
dan Baihaqi ).
Hadits
di atas menjelaskan bahwa para penegak keadilan ( mereka yang senantiasa
berbuat adil ) memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Di hari akhir nanti
mereka akan diberi kehormatan di sisi Allah, yaitu diposisikan di atas mimbar
yang terbuat dari cahaya dan berada di sebelah kanan Arasy Allah. Ini
menunjukan betapa tingginya perilaku adil dalam pandangan Allah[3].
Islam memang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan. Nilai keadilan ini
merupakan salah satu nilai kemanusiaan asasi yang dibawa oleh Islam dan
dijadikan sebagai pilar kehidupan pribadi, rumah tangga, dan masyarakat. Islam
memerintahkan kepada seorang muslim untuk berlaku adil terhadap diri sendiri,
yaitu dengan menyimbangkan antara haknya dan hak Tuhannya serta hak-hak orang
lain. Islam memerintahkan kepada kita untuk selalu berlaku adil kepada semua
manusia. Keadilan seorang muslim terhadap orang yang dicintai, dan keadilan
seorang muslim terhadap orang yang dibenci. Sehingga perasaan cinta itu tidak
bersekongkol dengan kebatilan, dan perasaan benci itu tidak mencegah dia dari
berbuat adil ( insaf ) dan memberikan kebenaran kepada yang berhak.
2. Jujur
Jujur adalah
sebuah sikap yang selalu berupaya menyesuaikan atau mencocokan
antara Informasi dengan fenomena. Dalam agama Islam sikap seperti
ini dinamakan shiddiq. Makanya jujur itu bernilai tak terhingga.
Jujur adalah mengatakan sesuatu apa adanya. Jujur lawannya dusta. Ada pula
yang berpendapat bahwa jujur itu tengah-tengah antara menyembunyikan dan terus
terang. Dengan demikian, jujur berarti keselarasan antara berita dengan
kenyataan yang ada. Jadi, kalau suatu berita sesuai dengan keadaan yang ada,
maka dikatakan benar atau jujur, tetapi kalau tidak, maka dikatakan dusta.
Kejujuran dapat mengantarkan kepada kebaikan, dan
kebaikan mengantarkan kepada surga. Sedangkan dusta mengantarkan kepada
perilaku menyimpang ( dzalim ) dan perilaku menyimpang mengantarkan kepada
neraka. Sesungguhnya orang yang biasa berlaku dusta, maka ia akan mendapat gelas
pendusta. Oleh karena itu, jujur memiliki peranan penting dalam kehidupan seseorang
baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Kejujuran merupakan kunci
sukses dalam segala hal termasuk dalam bekerja.
Orang yang jujur akan mendapatkan amanah baik berupa harta, hak-hak
dan juga rahasia-rahasia. Kalau kemudian melakukan kesalahan atau kekeliruan,
kejujurannya dengan izin Allah akan dapat menyelamatkannya. Sementara pendusta,
sebiji sawipun tidak akan dipercaya. Jikapun terkadang diharapkan kejujurannya
itupun tidak mendatangkan ketenangan dan kepercayaan.
Q. S. An-Nahl ayat 91-92 :
وَاَوْفُوا
بِعَهْدِ اللهِ اِذَا عَاهَدَتُّمْ وَلَاتَنْقُضُوا الْاَيْمَانَ بَعْدَ
تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللهَ عَلَيْكُمْ كَفِيْلًا اِنَ اللهَ يَعْلَمُ مَا
تَفْعَلُوْنَ ﴿۹۱﴾
وَلَا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنۢ بَعْدِ قُوَّةٍ اَنْكَاثًا
تَتَّخِذُوْنَ اَيْمَانَكُمْ دَخَلًاۢ بَيْنَكُمْ اَنْ تَكُونُ اُمَّة هِيَ
اَرْبَى مِنْ اُمَةٍ قلى اِنَمَا يَبْلُوْكُمْ اللهُ بِهِ وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ
يَوْمَ الْقِيَمَةِ مَا كُنْتُمْ فِيْهِ تَخْتَلِفُوْنَ ﴿۹۲﴾
Artinya : “ (91) Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu
berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah ( mu ) itu, sesudah
meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu ( terhadap
sumpah-sumpahmu itu ). Sesungguhnya Allahh mengetahui apa yang kamu perbuat.
(92) Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya
yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan
sumpah ( perjanjian ) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu
golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya
Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan
dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu “. ( Q. S.
An-Nahl : 91-92 ).
Hadits Nabi SAW :
عَنْ
ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ، قَالَ رُسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله
عَلَيْهِ وَسَلَمَ :
اِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي اِلَى البِرَّ وَاِنَّ البِرَّ يَهْدِي اِلَى الجَنَّةِ،
وَاِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقَ حَتَّى يَكَتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيقاً، وَاِنَّ
الْكَذِبَ يَهْدِي اِلَى الفُجُورِ وَاِنَّ الفُجُوْرَ يَهْدِي اِلَى النَّارِ،
وَاِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ الله كِذَابًا
Artinya
: “ Dari Ibnu
Mas’ud R. A. ia berkata, Rasulullah SAW telah bersabda : “ Sesungguhnya
kejujuran itu menuntut kearah kebaikan dan kebaikan menuntut ke surga dan
sesungguhnya seseorang suka berbuat jujur ia dicatat di sisi Allah SWT sebagai
siddiqan ( orang jujur ). Adapun kebohongan itu menuntut kearah keburukan dan
keburukan menuntut ke neraka. Sesungguhnya seseorang yang suka berbohong ia
dicacat di sisi Allah SWT sebagai kizaban ( pembohong ) ”. ( H.R. Mutafaqqun ‘Alaih )[4].
Islam memerintahkan kepada umatnya
agar selalu berlaku jujur, baik dalam ucapan maupun perbuatan. Dalam hadits
tersebut diperbandingkan antara perilaku jujur dan perilaku dusta ( bohong ).
Menurut hadits tersebut, kejujuran menuntun pelakunya kearah kebaikan. Adapun
kebaikan itu akan berbalas surga. Setelah itu dijelaskan pula bahwa seseorang
yang suka berlaku jujur akan dicatat di sisi Allah sebagai siddiqan. Gelar
siddiq ini merupakan kehormatan dari Allah bagi mereka yang menjunjung tnggi
kejujuran. Para siddiqan itu kedudukannya berdekatan dengan para nabiyullah.
Sementara itu, kebohongan akan
membawa pelakunya kearah keburukan. Mengapa demikian? Sedehana saja, karena
setiap kebohongan akan selalu ditutup-tutupi dengan kebohongan. Satu kebohongan
akan ditutupi dengan kebohongan lain, dan agar tidak terbongkar maka ditutupi
dengan kebohongan lagi. Begitulah terus-menerus sehingga bertumpuklah
kebohongan itu. Kebohongan merupakan hal buruk dan seorang pembohong tentunya
tidak mau keburukannya diketahui oleh orang lain. Dalam kondisi seperti ini,
maka kebohonganlah yang akan berperan untuk menutupi keburukan itu. Jika sudah
demikian, maka tercatatlah dia di sisi Allah sebagai kizaban. Gelar kizab
merupakan salah satu gelar terburuk yang diberikan oleh Allah bagi manusia
durhaka terhadap-Nya. Oleh karena itu merupakan perlaku buruk dan akan selalu
menuntun kea rah keburukan, maka balasan dari Allahbagi seorang pembohong
adalah keburukan juga, yatu neraka.
Ø Bentuk-bentuk Kejujuran
a. Kejujuran lisan ( Shidqu Al-Lisan ) : Kejujuran
lisan yaitu memberitakan sesuatu sesuai dengan realita yang terjadi, kecuali
untuk kemaslahatan yang dibenarkan oleh syari’at seperti dalam kondisi perang, mendamaikan
dua orang yang bersengketa atau menyenangkan istri, dan semisalnya.
b. Kejujuran niat dan kemauan ( Shidqu An-Niyyah Wa Al-Iradah ) : Kejujuran
niat dan kemauan adalah motivasi bagi setiap gerak dan langkah seseorang dalam
semua kondisi adalah dalam rangka menunaikan hukum Allah Ta’ala dan ingin
mencapai ridha-Nya.
c. Kejujuran tekad dan amal Perbuatan : Jujur dalam tekad dan amal berarti
melaksanakan suatu pekerjaan sesuai dengan yang diridhai oleh Allah SWT.
Ø Keutamaan-keutamaan Sifat Jujur
a.
Menentramkan
hati.
b.
Membawa berkah.
c.
Meraih
kedudukan yang syahid.
d.
Mendapat
keselamatan.
e.
Dipercaya orang.
f.
Tidak akan
banyak mendapat masalah.
g.
Mudah untuk
mendapatkan kepercayaan lagi dari berbagai kalangan.
C. LARANGAN
BERBUAT KHIANAT
Q. S.
Al-Anfal ayat 27 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا
تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ
تَعْلَمُونَ
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati
Allah dan Rasul ( Muhammad ) dan ( juga ) janganlah kamu mengkhianati
amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui “. ( Q. S.
Al-Anfal : 27 ).
Pada ayat ini, As-Sudiy menjelaskan pada perkataan khianat kepada Allah ada dua
pendapat, yang pertama adalah meninggalkan kewajiban-kewajiban yang diwajibkan
oleh Allah, dan yang kedua adalah bermaksiat kepada Rasul Allah. Dan pada
perkataan khianat kepada Rasul ada dua pendapat pula, yang pertama adalah
menyelisihi beliau secara diam-diam setelah ketaatan kepada beliau secara
dhohir, yang kedua adalah meninggalkan sunnah beliau. Dan yang di maksud dengan
amanat ada tiga pendapat, yang pertama adalah kewajiban-kewajiban ( yang
di bebankan Allah pada seorang hamba ), ini adalah pendapat Ibnu Abbas, dan
khianat pada kewajiban-kewajiban di sini ada dua pendapat pula, yang pertama
adalah tidak menyempurnakannya, yang kedua adalah meninggalkannya. Pendapat yang
kedua dari makna amanat adalah agama, ini adalah pendapat Ibnu Zaid, maka
maknanya menjadi “ Janganlah kalian menampakkan keimanan sedangkan kalian
menyembunyikan kekufuran ”. Adapun pendapat yang ketiga dari makna amanat
adalah makna umum yang mencakup khianat pada semua yang diamanahkan, dan ini di
kuatkan dengan turunnya ayat ini pada apa yang dialami oleh Abu Lubabah.
Dan Ibnu Katsir mengatakan “ Aku mengatakan
: Yang benar bahwasanya ayat ini bersifat umum, meskipun ayat ini turun
berdasarkan sebab khusus, maka lebih tepat diambil keumuman lafadz bukan
kekhususan sebab menurut jumhur ulama ”.
Berdasarkan penjelasan As-Sudiy dan Ibnu Katsir diatas
dapat diketahui bahwa ayat ini bersifat umum. Dan sifat khianat sebagaimana
yang disebutkan pada ayat ini mencakup banyak hal, dan tidak hanya mencakup
khianat pada amanah yang diberikan orang lain kepada kita, akan tetapi tercakup
pula khianat pada apa-apa yang diwajibkan Allah kepada hamba-Nya[5].
Diantara bentuk khianat kepada Allah adalah
meninggalkan kewajiban-kewajiban yang di bebankan Allah kepada kita, dan menerjang
larangan-larangan Allah yang di peruntukkan kepada kita. Hal ini bisa dengan
meninggalkan salah satu dari rukun yang lima ( Rukun Islam ), atau melanggar
larangan-larangan yang terdapat dalam Al-Qur’an ataupun Sunnah, seperti minum
khamar, makan daging yang disembelih tidak dengan nama Allah, atau yang
lainnya. Termasuk pula di dalamnya seseorang yang tidak membulatkan
keikhlasannya kepada Allah ketika beramal, atau dia melakukannya tidak karena
Allah.
Adapun bentuk khianat kepada Rasulullah adalah dengan meninggalkan sunnah-sunnah
beliau yang beliau ajarkan kepada kita, membencinya meskipun kita mengetahui
secara jelas kebenarannya, seperti meninggalkan kewajiban sholat berjamaah lima
waktu di masjid, mencukur jenggot secara sengaja padahal dia tahu bahwa Nabi
melarang perbuatan tersebut, juga sunnah-sunnah lain yang beliau ajarkan.
Sebagai
kaum muslimin apabila berjanji sesuatu kepada orang lain, maka harus
dilaksanakan, tidak boleh dikhianati. Berkhianat berasal dari kata “ khianat
“ yang artinya Tidak Setia dan Durhaka. Berkhianat berarti berbuat
sesuatu disertai dengan unsur tipu daya. Berkhianat juga bisa diartikan “ tidak
lagi memiliki kesetiaan ”. Sifat ini sangat tercela, karena selain dapat merugikan dan membahayakan
orang lain, juga dapat merugikan dan membahayakan diri sendiri.
Berkhianat
juga berarti tidak amanah. Orang-orang yang suka berkhianat tidak akan dapat dipercaya karena jika ia diberikan
kepercayaan, ia akan selalu mengkhianati dan menyalah gunakan kepercayaan itu. Bahaya
yang timbul akibat dari khianat adalah[6]
:
1.
Dapat memutuskan persahabatan.
2.
Membuat orang lain tidak percaya lagi.
3.
Membuat luka di hati orang lain.
4.
Termasuk golongan orang-orang yang munafik.
Hadits Nabi SAW :
حَدَّثَنِي
حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ
شِهَابٍ عَنْ حَمْزَةَ وَسَالِمٍ ابْنَيْ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ
بْنَ عُمَرَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ لِكُلِّ غَادِرٍ لِوَاءٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Artinya : “ Telah menceritakan
kepadaku Harmalah bin Yahya telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb telah
mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab dari Hamzah dan Salim yang keduanya
adalah anak Abdullah, bahwa Abdullah bin Umar berkata : " Aku mendengar
Rasulullah SAW bersabda : " Setiap pengkhianat akan membawa benderanya
masing-masing di hari Kiamat kelak ". ( H. R. Muslim ).
Melanggar amanah dan menyia-nyiakannya merupakan tanda
rusaknya aturan dan norma-norma kehidupan dan merupakan tanda dekatnya hari
Kiamat. Setiap manusia wajib menunaikan amanah menurut apa yang telah
disyari'atkan, meskipun orang lain berbuat khianat dan melakukan tipu daya
terhadap dirinya. Sebab, khianat merupakan sifat orang munafik[7].
Hadits Nabi SAW :
آيَةُ
الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا
ائْتُمِنَ خَانَ
Artinya : “ Tanda
kemunafikan ada tiga : apabila bercerita ia dusta, apabila berjanji ia tidak
menepatinya dan apabila diberi amanah ia berkhianat ”. ( H. R. Muslim )[8].
Seorang mukmin wajib menjauhi sifat khianat, baik itu
khianat kepada Allah dengan tidak menunaikan amanah yang di berikan kepadannya
berupa kewajiban-kewajiban yang harus di jalankan seorang hamba, dan dengan
melanggar larangan-Nya, atau khianat pada apa yang diamanahkan orang lain
kepadannya berupa jabatan, pekerjaan, ataupun barang atau benda yang harus di
jaga.
Khianat merupakan pintu masuk segala kejelekan, dan
tempat tumbuhnya segala keburukan dan kejahatan, apabila sifat ini telah
menyebar di tengah-tengah masyarakat maka akan rusaklah tatanan yang ada dalam
masyarakat tersebut. Maka munculah penguasa-penguasa yang dholim,
pejabat-pejabat yang korup, yang akan menghancurkan semua sendi-sendi keadilan
dalam masyarakat[9].
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Tanggung jawab
adalah sesuatu yang ditanggung dan harus dilakukan oleh manusia baik terlihat
maupun tidak terlihat. Tanggung jawab sendiri erat kaitannya dengan kehidupan
sehari-hari manusia maka dari itu diperlukan sebuah tekad untuk melaksanakan
sebuah tanggung jawab. Tanggung jawab ada
hubungannya dengan hak dan kewajiban. Tanggung jawab atau kewajiban manusia
meliputi dari tanggung jawab terhadap diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.
2.
Adil adalah
memperlakukan hak dan kewajiban dalam segala aspek kehidupan baik sosial,
budaya, ekonomi, suku, ras, golongan di dalam lingkup keluarga maupun
masyarakat secara seimbang, tidak memihak dan tidak merugikan pihak manapun. Islam memerintahkan kepada seorang muslim untuk berlaku adil
terhadap diri sendiri, yaitu dengan menyimbangkan antara haknya dan hak
Tuhannya serta hak-hak orang lain. Islam memerintahkan kepada kita untuk selalu
berlaku adil kepada semua manusia. Keadilan seorang muslim terhadap orang yang
dicintai, dan keadilan seorang muslim terhadap orang yang dibenci. Sehingga
perasaan cinta itu tidak bersekongkol dengan kebatilan, dan perasaan benci itu
tidak mencegah dia dari berbuat adil ( insaf ) dan memberikan kebenaran kepada
yang berhak. Sedangkan jujur adalah mengatakan sesuatu apa adanya. Jujur lawannya
dusta. Ada pula yang berpendapat bahwa jujur itu tengah-tengah antara
menyembunyikan dan terus terang. Dengan demikian, jujur berarti keselarasan
antara berita dengan kenyataan yang ada. Jadi, kalau suatu berita sesuai dengan
keadaan yang ada, maka dikatakan benar atau jujur, tetapi kalau tidak, maka
dikatakan dusta. Kejujuran dapat mengantarkan
kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan kepada surga. Sedangkan dusta
mengantarkan kepada perilaku menyimpang ( dzalim ) dan perilaku menyimpang
mengantarkan kepada neraka. Sesungguhnya orang yang biasa berlaku dusta, maka
ia akan mendapat gelas pendusta. Oleh karena itu, jujur memiliki peranan penting dalam
kehidupan seseorang baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial.
Kejujuran merupakan kunci sukses dalam segala hal termasuk dalam bekerja.
3. Sebagai kaum
muslimin apabila berjanji sesuatu kepada orang lain, maka harus dilaksanakan,
tidak boleh dikhianati. Berkhianat berasal dari kata “ khianat “ yang artinya Tidak Setia dan Durhaka. Berkhianat berarti berbuat
sesuatu disertai dengan unsur tipu daya. Berkhianat juga bisa diartikan “ tidak
lagi memiliki kesetiaan ”. Sifat ini sangat tercela, karena selain dapat merugikan dan membahayakan
orang lain, juga dapat merugikan dan membahayakan diri sendiri.
B. SARAN
Demikian
makalah yang telah kami sampaikan. Manusia dalam berbuat tentunya terdapat
kesalahan yang sifatnya tersilap dari yang telah ditetapkan atau seharusnya. Di
akhir makalah ini, kami mengharapkan sekali kritik dan saran dari para pembaca
agar dalam penulisan makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi. Kami selaku
penulis mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat perkataan yang
kurang berkenan di hati para pembaca, dan kami juga mengucapkan terima kasih
banyak atas kritik dan saran yang telah diberikan kepada kami. Semoga makalah
ini bermanfaat bagi kita semua. Amiin Yaa Rabbal A’lamiin.
DAFTAR PUSTAKA
Drs.Roli A.Rahman, M.Ag, Modul
pembelajaran Qur’an Hadits, ( Bojonegoro : Akik Pusaka, 2009 ).
Hadits Abu Hurairah R.
A. Riwayat Al-Bukhari no. 33, 2682, 2749, 6095, Muslim no. 59 dan
At-Tirmidzi no. 2636.
Nur Khoiro dan Khabib Basori, Pendidikan
Agama Islam SMA / MA Kelas XII, ( Klaten : Intan Prawira, 2010 ).
Syaikh Muhammad Al-Utsaimin, Syarah Riyadhus
Shalihin Jilkid II, ( Jakarta : Darul Falah, 2006 ).
[1]
Drs.Roli A.Rahman, M.Ag, Modul pembelajaran Qur’an Hadits, ( Bojonegoro
: Akik Pusaka, 2009 ), hal. 24.
[2]
Syaikh
Muhammad Al-Utsaimin, Syarah Riyadhus Shalihin Jilkid II, ( Jakarta
: Darul Falah, 2006 ).
[3]
Muhammad Ridwan Taufik, Al-Qur’an Hadits MA Kelas XII,( Depok : CV. Arya
Duta, 2010 ), hal. 96.
[4]
Nur Khoiro dan Khabib Basori, Pendidikan Agama Islam SMA / MA Kelas XII,
( Klaten : Intan Prawira, 2010 ), hal. 45.
[5]
http://aburuqoyyah.blogspot.co.id/2012/02/larangan-sifat-khianat.html
[8]
Hadits Abu Hurairah R. A. Riwayat Al-Bukhari no. 33, 2682, 2749, 6095,
Muslim no. 59 dan At-Tirmidzi no. 2636.
[9]
http://aburuqoyyah.blogspot.co.id/2012/02/larangan-sifat-khianat.html
makasih ,,, sobat
BalasHapus