Sabtu, 31 Oktober 2015

MAKALAH MATERI PENDIDIKAN QUR'AN HADITS : KEWAJIBAN TERHADAP DIRI, KELUARGA, DAN MASYARAKAT BERLAKU ADIL, JUJUR DAN LARANGAN BERBUAT KHIANAT



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Tanggung jawab adalah salah satu ajaran pokok dari agama. Bahwa Tuhan Maha Adil, maka setiap orang pasti akan mempertanggung jawabkan perbuatannya, sekecil apapun itu, dan akan mendapatkan balasan yang setimpal. Balasan bisa di terima kelak di akhirat, atau sekarang di dunia, atau bahkan dua-duanya, dibalas di dunia dan diakhirat.
Perilaku tanggung jawab harus diterapkan dimana saja kita berada karena ini merupakan sifat yang terpuji, oleh karena itu kita wajib bertanggung jawab atas segala bentuk apapun yang kita perbuat, entah itu perbuatan baik ataupun tidak. Bertanggung jawab berarti kita juga telah berlaku jujur.
Tanggung jawab kita sebagai manusia itu bermacam-macam mulai dari beribadah kepada Tuhan, sampai Kalifatullahi atau sebagai seorang pemimpin.
Maka dari itu kita sebagai manusia makhluk yang sempurna harus bersikap tanggung jawab dibidang apapun atau diprofesi apapun yang kita jalani agar semua yang kita lakukan mendapat Ridho dari Tuhan yang Maha Esa.
Al-Qur’an sebagai wahyu yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW membawa umat manusia dari kegelapan ( kebodohan ) menuju cahaya terang benderang yakni agama Islam. Al-Qur’an juga menjelaskan yang haq dan mengungkap berbagai kebathilan. Berbagai kebathilan telah mewarnai dimensi kehidupan manusia. Salah satu bentuk kebathilan yang sering dijumpai adalah sikap khianat. Orang yang khianat terkadang mendapat perlindungan dari orang atau pihak-pihak tertentu. Sikap khianat banyak dijumpai di lingkungan politik dan hukum. Salah satu lapangan politik dan hukum yang kerap diwarnai sikap khianat yaitu Pengadilan.

B.    RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana kewajiban terhadap diri, keluarga, dan masyarakat ?
2.      Bagaimana berlaku adil dan jujur ?
3.      Bagaimana cara menghindari perbuatan khianat ?

C.     TUJUAN
1.      Agar kita mengetahui bagaimana kewajiban terhadap diri, keluarga, dan masyarakat.
2.      Agar kita mengetahui bagaimana cara berlaku adil dan jujur.
3.      Agar kita mengetahui bagaimana cara menghindari perbuatan khianat.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    KEWAJIBAN TERHADAP DIRI, KELUARGA, DAN MASYARAKAT
Tanggung jawab merupakan sesuatu yang mendampingi hak asasi manusia sejak lahir. Dapat kita lihat tanggung jawab mengandung 2 unsur kata yaitu menangggung dan menjawab. Menanggung sendiri yaitu memikul sesuatu baik nyata ataupun tidak sedangkan menjawab adalah sesuatu hasil yang mutlak dari sebuah reaksi manusia dalam merespon sesuatu disekitarnya. Dapat diartikan tanggung jawab adalah sesuatu yang ditanggung dan harus dilakukan oleh manusia baik terlihat maupun tidak terlihat. Tanggung jawab sendiri erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari manusia maka dari itu diperlukan sebuah tekad untuk melaksanakan sebuah tanggung jawab. Contoh sehari-hari sebuah tanggung jawab yaitu : 
Ø  Seorang anak yang telah menerima hak untuk disekolahkan oleh orang tuanya maka harus belajar dengan giat dan menjadi seorang siswa / siswi yang berprestasi.
Ø  Tuhan menciptakan manusia ke dunia dan memberikan hak untuk hidup namun manusia tersebut harus taat dan mematuhi larangannya agar tetap selamat. 
Q. S. At-Tahrim ayat 6 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya Malaikat-Malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. “ ( Q. S. At-Tahrim : 6 ).
Melalui ayat ini Allah memerintahkan kepada umat manusia yang percaya kepada Allah dan Rasul-Nya agar mereka menjaga dirinya dan keluarganya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, yaitu dengan taat dan patuh melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya dan mengajarkan kepada keluarganya supaya mereka melaksanakan perintah agama dan meninggalkan apa yang dilarangnya, sehingga mereka selamat dari kobaran api neraka[1].
Hadits Nabi SAW :
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: كًلُّكُمْ رَاعٍ وَكَلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالإِمَامُ رَاعٍ  وَمَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِى أَهْلِهِ وَمَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِى بَيْتِ زَوْجِهَا وَ مَسْؤُوْلَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِى مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَقَالَ حَسِبْتُ أَنْ قَالَ : وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِى مَالِ اَبِيْهِ وَمَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَ كًلُّكُمْ رَاعٍ وَكَلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ( رواه البخارى ومسلم والترمذى )
Artinya : Dari Abdullah bin Umar R. A. ia berkata : “ Saya mendengar Ra­sulullah SAW bersabda : “ Setiap kamu adalah pemimpin dan ber­tanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Imam adalah pe­mimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya. Lelaki adalah pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas ang­gota keluarganya. Dan seorang perempuan adalah pemimpin da­lam rumah tangga suaminya, dan ia bertanggung jawab atas se­mua anggota keluarganya. Seorang pembantu adalah pemimpin bagi harta majikannya, dan ia bertanggung jawab atas ke­selamatan dan keutuhan hartanya. “ Abdullah berkata : “ Aku me­ngira Rasulullah mengatakan pula bahwa seseorang adalah pemimpin bagi harta ayahnya dan bertanggung jawab atas ke­selamatan dan keutuhan hartanya itu. Semua kamu adalah pe­mimpin dan bertanggung jawab atassegala yang dipimpinnya “. ( H. R. Bukhari Muslim dan Tirmidzi )[2].
Hadits diatas menunjukkan bahwa ajaran Islam sangat menjunjung tinggi tanggung jawab seseorang. Tanggung jawab ada hubungannya dengan hak dan kewajiban. Orang-orang yang kaya bertanggung jawab atas harta yang dimilikinya, dan berkewajiban untuk menunaikan zakat / infaq dari harta tersebut. Dia juga berhak untuk mempergunakannya sebagaimana yang dikehendakinya asal sesuai dengan aturan Allah SWT.
Hadits di atas juga menjelaskan bahwa pada hakikatnya semua manusia itu adalah pemimpin bagi segala hal yang ada di bawah wewenangnya sesuai dengan tingkat dan kedudukan masing-ma­sing, mulai dari pemimpin formal sampai dengan pemimpin yang non-formal. Dengan demikian, semua orang harus mempertang­gungjawabkan segala sesuatu yang menjadi tanggung jawabnya. Disebutkan dalam hadits tadi umpamanya seorang pembantu ada­lah pemimpin bagi harta majikannya dan ia bertanggung jawab atas keutuhan dan keselamatan harta majikannya itu. Ini artinya bahwa seorang pembantu tugasnya bukan hanya melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang diberikan kepadanya, tetapi ia juga ha­rus bertanggung jawab dan berusaha untuk menjaga kekayaan majikannya dari kerusakan atau kehilangan, apakah itu diakibat­kan oleh pencurian, kebakaran, kelalaian, dan sebagainya.

1.      Tanggung JawabTerhadap Diri Sendiri
Manusia diciptakan oleh Tuhan mengalami periode lahir, hidup, kemudian mati. Agar manusia dalam hidupnya mempunyai “ harga ”, sebagai pengisi fase kehidupannya itu maka manusia tersebut atas namanya sendiri dibebani tanggung jawab. Sebab apabila tidak ada tanggung jawab terhadap dirinya sendiri maka tindakannya tidak terkontrol lagi. Intinya dari masing-masing individu dituntut adanya tanggung jawab untuk melangsungkan hidupnya di dunia sebagai makhluk Tuhan. Contoh : Manusia mencari makan, tidak lain adalah karena adanya tanggung jawab terhadap dirinya sendiri agar dapat melangsungkan hidupnya.

2.      Tanggung Jawab Terhadap Keluarga
Keluarga merupakan masyarakat kecil. Keluarga terdiri atas ayah-ibu, anak-anak, dan juga orang lain yang menjadi anggota keluarga. Tiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab kepada keluarganya. Tanggung jawab itu menyangkut nama baik keluarga. Tetapi tanggung jawab juga merupakan kesejahteraan, keselamatan, pendidikan, dan kehidupan. Untuk memenuhi tanggung jawab dalam keluarga kadang-kadang diperlukan pengorbanan. Contoh : Seorang ayah rela bekerja membanting tulang demi memenuhi tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

3.      Tanggung Jawab Terhadap Masyarakat
Pada hakekatnya manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain, sesuai dengan kedudukanya sebagai makhluk sosial. Karena membutuhkan manusia lain, maka ia harus berkomunikasi dengan manusia lain tersebut. Sehingga dengan demikian manusia di sini merupakan anggota masyarakat yang tentunya mempunyai tanggung jawab seperti anggota masyarakat yang lain agar dapat melangsunggkan hidupnya dalam masyarakat tersebut. Wajarlah apabila semua tingkah laku dan perbuatannya harus dipertanggung jawabkan kepada masyarakat. Contoh : Seseorang yang menyediakan rumahnya sebagai tempat pelacuran pada lingkungan masyarakat yang baik-baik, apapun alasannya tindakan ini termasuk tidak bertanggung jawab terhadap masyarakat, karena secara moral psikologis akan merusak masa depan generasi penerusnya di lingkungan masyarakat tersebut.

B.    BERLAKU ADIL DAN JUJUR
1.      Adil
Menurut bahasa, adil adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya dan tidak berat sebelah. Secara umum, adil adalah memperlakukan hak dan kewajiban dalam segala aspek kehidupan baik sosial, budaya, ekonomi, suku, ras, golongan di dalam lingkup keluarga maupun masyarakat secara seimbang, tidak memihak dan tidak merugikan pihak manapun.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ لِلّهِ شُهَدَاء بِالْقِسْطِ وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُواْ اعْدِلُواْ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ ﴿٨﴾ وَعَدَ اللّهُ الَّذِينَ آمَنُواْ وَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ عَظِيمٌ ﴿۹﴾ وَالَّذِينَ كَفَرُواْ وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا أُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ الْجَحِيم ﴿۱۰﴾
Artinya : “ (8) Hai orang- orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan ( kebenaran ) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk belaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwa kepada Allah, sesuungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (9) Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan yang beramal saleh, ( bahwa ) untuk mereka akan mendapat ampunan dan pahala yang besar. (10) Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat- ayat Kami, mereka itu adalah penghuni neraka “. ( Q. S. Al-Ma’idah : 8-10 ).
Ayat di atas mengandung makna bahwa setiap muslim hendaknya menjunjung tinggi keadilan, menegakkan kebenaran dan membelanya sampai titik darah penghabisan. Perilaku orang yang mengamalkan isi kandungan ayat di atas, sebagai berikut :
a.    Selalu bersikap perilaku adil kepada siapapun.
b.    Menghindari perilaku aniaya.
c.    Selalu menyatukan iman dan amal shaleh.
d.    Bertindak bijaksana dalam memutuskan antara orang orang yang berselisih.
e.    Tidak mengurangi timbangan dan takaran.
f.     Belajar secara maksimal dan sungguh-sungguh agar semua potensi yang telah diciptakan oleh Allah dalam diri kita dapat berkembang dengan baik, dan patuh pada perintah Allah dan melaksanakannya serta menjauhi larangan-Nya.
g.    Tolong-menolong dan bekerjasama dalam kebaikan.
h.    Memberikan rasa aman kepada orang lain dengan sikap ramah, sopan dan santun.
i.      Menjadi teladan dan menciptakan suasana yang kondusif, tenteram serta rukun.
j.      Tidak sombong atau angkuh bila bergaul dengan masyarakat berbagai lapisan.
k.    Berpikiran positif ( positive thinking ), yaitu berprasangka baik terhadap orang-orang yang ada disekitarnya.
l.      Selalu menggunakan akal dan tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan.
m. Tidak membuat kerusakan, permusuhan dan kedengkian.
n.    Tidak mendahulukan emosi didalam menghadapi masalah, kumpulkan informasi selengkap mungkin dengan adil dan gunakan rujukan sesuai kehendak Allah SWT.
Hadits Nabi SAW :
عَنِ اِبْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : اَلْمُقْسِطُوْنَ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى مَنَابِرِ مِنْ نُوْرٍ عَلَى يَمِيْنِ الْعَرْشِ الَّذِيْنَ يَعْدِلُوْنَ فِي حُكْمِهِمْ وَاَهْلِيْهِمْ وَمَا وَلَّوْا (رواه ابن ابي شيبة ومسلم والنسائي والبيهقي (
Artinya : Dari Ibnu Umar R. A. dari Nabi SAW bersabda : “ Orang yang berperilaku adil akan berada di sisi Allah pada hari kiamat. Ia duduk di atas mimbar cahaya yang bersinar di sebelah kanan Arasy, yaitu mereka yang adil dalam menghukum, adil terhadap keluarga, dan terhadap sesuatu yang menjadi tanggungannya “. ( H.R. Ibnu Abi Syabah, Muslim, Nasa’I, dan Baihaqi ).
Hadits di atas menjelaskan bahwa para penegak keadilan ( mereka yang senantiasa berbuat adil ) memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Di hari akhir nanti mereka akan diberi kehormatan di sisi Allah, yaitu diposisikan di atas mimbar yang terbuat dari cahaya dan berada di sebelah kanan Arasy Allah. Ini menunjukan betapa tingginya perilaku adil dalam pandangan Allah[3]. Islam memang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan. Nilai keadilan ini merupakan salah satu nilai kemanusiaan asasi yang dibawa oleh Islam dan dijadikan sebagai pilar kehidupan pribadi, rumah tangga, dan masyarakat. Islam memerintahkan kepada seorang muslim untuk berlaku adil terhadap diri sendiri, yaitu dengan menyimbangkan antara haknya dan hak Tuhannya serta hak-hak orang lain. Islam memerintahkan kepada kita untuk selalu berlaku adil kepada semua manusia. Keadilan seorang muslim terhadap orang yang dicintai, dan keadilan seorang muslim terhadap orang yang dibenci. Sehingga perasaan cinta itu tidak bersekongkol dengan kebatilan, dan perasaan benci itu tidak mencegah dia dari berbuat adil ( insaf ) dan memberikan kebenaran kepada yang berhak.
2.      Jujur
Jujur adalah sebuah sikap yang selalu berupaya menyesuaikan atau mencocokan  antara  Informasi dengan fenomena. Dalam agama Islam sikap seperti  ini dinamakan  shiddiq. Makanya jujur itu bernilai tak terhingga.
Jujur adalah mengatakan sesuatu apa adanya. Jujur lawannya dusta. Ada pula yang berpendapat bahwa jujur itu tengah-tengah antara menyembunyikan dan terus terang. Dengan demikian, jujur berarti keselarasan antara berita dengan kenyataan yang ada. Jadi, kalau suatu berita sesuai dengan keadaan yang ada, maka dikatakan benar atau jujur, tetapi kalau tidak, maka dikatakan dusta.
Kejujuran dapat mengantarkan kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan kepada surga. Sedangkan dusta mengantarkan kepada perilaku menyimpang ( dzalim ) dan perilaku menyimpang mengantarkan kepada neraka. Sesungguhnya orang yang biasa berlaku dusta, maka ia akan mendapat gelas pendusta. Oleh karena itu, jujur memiliki peranan penting dalam kehidupan seseorang baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Kejujuran merupakan kunci sukses dalam segala hal termasuk dalam bekerja.
Orang yang jujur akan mendapatkan amanah baik berupa harta, hak-hak dan juga rahasia-rahasia. Kalau kemudian melakukan kesalahan atau kekeliruan, kejujurannya dengan izin Allah akan dapat menyelamatkannya. Sementara pendusta, sebiji sawipun tidak akan dipercaya. Jikapun terkadang diharapkan kejujurannya itupun tidak mendatangkan ketenangan dan kepercayaan.
Q. S. An-Nahl ayat 91-92 :
وَاَوْفُوا بِعَهْدِ اللهِ اِذَا عَاهَدَتُّمْ وَلَاتَنْقُضُوا الْاَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللهَ عَلَيْكُمْ كَفِيْلًا اِنَ اللهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُوْنَ ﴿۹۱﴾ وَلَا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنۢ بَعْدِ قُوَّةٍ اَنْكَاثًا تَتَّخِذُوْنَ اَيْمَانَكُمْ دَخَلًاۢ بَيْنَكُمْ اَنْ تَكُونُ اُمَّة هِيَ اَرْبَى مِنْ اُمَةٍ قلى اِنَمَا يَبْلُوْكُمْ اللهُ بِهِ وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ يَوْمَ الْقِيَمَةِ مَا كُنْتُمْ فِيْهِ تَخْتَلِفُوْنَ ﴿۹۲﴾
Artinya : “ (91) Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah ( mu ) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu ( terhadap sumpah-sumpahmu itu ). Sesungguhnya Allahh mengetahui apa yang kamu perbuat. (92) Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah ( perjanjian ) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu “. ( Q. S. An-Nahl : 91-92 ).
Hadits Nabi SAW :
عَنْ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ، قَالَ رُسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَمَ : اِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي اِلَى البِرَّ وَاِنَّ البِرَّ يَهْدِي اِلَى الجَنَّةِ، وَاِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقَ حَتَّى يَكَتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيقاً، وَاِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي اِلَى الفُجُورِ وَاِنَّ الفُجُوْرَ يَهْدِي اِلَى النَّارِ، وَاِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ الله كِذَابًا
Artinya : Dari Ibnu Mas’ud R. A. ia berkata, Rasulullah SAW telah bersabda : “ Sesungguhnya kejujuran itu menuntut kearah kebaikan dan kebaikan menuntut ke surga dan sesungguhnya seseorang suka berbuat jujur ia dicatat di sisi Allah SWT sebagai siddiqan ( orang jujur ). Adapun kebohongan itu menuntut kearah keburukan dan keburukan menuntut ke neraka. Sesungguhnya seseorang yang suka berbohong ia dicacat di sisi Allah SWT sebagai kizaban ( pembohong ) ”. ( H.R. Mutafaqqun ‘Alaih )[4].
Islam memerintahkan kepada umatnya agar selalu berlaku jujur, baik dalam ucapan maupun perbuatan. Dalam hadits tersebut diperbandingkan antara perilaku jujur dan perilaku dusta ( bohong ). Menurut hadits tersebut, kejujuran menuntun pelakunya kearah kebaikan. Adapun kebaikan itu akan berbalas surga. Setelah itu dijelaskan pula bahwa seseorang yang suka berlaku jujur akan dicatat di sisi Allah sebagai siddiqan. Gelar siddiq ini merupakan kehormatan dari Allah bagi mereka yang menjunjung tnggi kejujuran. Para siddiqan itu kedudukannya berdekatan dengan para nabiyullah.
Sementara itu, kebohongan akan membawa pelakunya kearah keburukan. Mengapa demikian? Sedehana saja, karena setiap kebohongan akan selalu ditutup-tutupi dengan kebohongan. Satu kebohongan akan ditutupi dengan kebohongan lain, dan agar tidak terbongkar maka ditutupi dengan kebohongan lagi. Begitulah terus-menerus sehingga bertumpuklah kebohongan itu. Kebohongan merupakan hal buruk dan seorang pembohong tentunya tidak mau keburukannya diketahui oleh orang lain. Dalam kondisi seperti ini, maka kebohonganlah yang akan berperan untuk menutupi keburukan itu. Jika sudah demikian, maka tercatatlah dia di sisi Allah sebagai kizaban. Gelar kizab merupakan salah satu gelar terburuk yang diberikan oleh Allah bagi manusia durhaka terhadap-Nya. Oleh karena itu merupakan perlaku buruk dan akan selalu menuntun kea rah keburukan, maka balasan dari Allahbagi seorang pembohong adalah keburukan juga, yatu neraka.


Ø  Bentuk-bentuk Kejujuran
a.      Kejujuran lisan ( Shidqu Al-Lisan ) : Kejujuran lisan yaitu memberitakan sesuatu sesuai dengan realita yang terjadi, kecuali untuk kemaslahatan yang dibenarkan oleh syari’at seperti dalam kondisi perang, mendamaikan dua orang yang bersengketa atau menyenangkan istri, dan semisalnya.
b.      Kejujuran niat dan kemauan ( Shidqu An-Niyyah Wa Al-Iradah ) : Kejujuran niat dan kemauan adalah motivasi bagi setiap gerak dan langkah seseorang dalam semua kondisi adalah dalam rangka menunaikan hukum Allah Ta’ala dan ingin mencapai ridha-Nya.
c.       Kejujuran tekad dan amal Perbuatan : Jujur dalam tekad dan amal berarti melaksanakan suatu pekerjaan sesuai dengan yang diridhai oleh Allah SWT.
Ø Keutamaan-keutamaan Sifat Jujur
a.      Menentramkan hati.
b.      Membawa berkah.
c.       Meraih kedudukan yang syahid.
d.      Mendapat keselamatan.
e.      Dipercaya orang.
f.        Tidak akan banyak mendapat masalah.
g.      Mudah untuk mendapatkan kepercayaan lagi dari berbagai kalangan.

C.     LARANGAN BERBUAT KHIANAT
Q. S. Al-Anfal ayat 27 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul ( Muhammad ) dan ( juga ) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui “. ( Q. S. Al-Anfal : 27 ).
Pada ayat ini, As-Sudiy menjelaskan  pada perkataan khianat kepada Allah ada dua pendapat, yang pertama adalah meninggalkan kewajiban-kewajiban yang diwajibkan oleh Allah, dan yang kedua adalah bermaksiat kepada Rasul Allah. Dan pada perkataan khianat kepada Rasul ada dua pendapat pula, yang pertama adalah menyelisihi beliau secara diam-diam setelah ketaatan kepada beliau secara dhohir, yang kedua adalah meninggalkan sunnah beliau. Dan yang di maksud dengan amanat ada tiga pendapat, yang pertama adalah kewajiban-kewajiban ( yang di bebankan Allah pada seorang hamba ), ini adalah pendapat Ibnu Abbas, dan khianat pada kewajiban-kewajiban di sini ada dua pendapat pula, yang pertama adalah tidak menyempurnakannya, yang kedua adalah meninggalkannya. Pendapat yang kedua dari makna amanat adalah agama, ini adalah pendapat Ibnu Zaid, maka maknanya menjadi “ Janganlah kalian menampakkan keimanan sedangkan kalian menyembunyikan kekufuran ”. Adapun pendapat yang ketiga dari makna amanat adalah makna umum yang mencakup khianat pada semua yang diamanahkan, dan ini di kuatkan dengan turunnya ayat ini pada apa yang dialami oleh Abu Lubabah.
Dan Ibnu Katsir mengatakan Aku mengatakan : Yang benar bahwasanya ayat ini bersifat umum, meskipun ayat ini turun berdasarkan sebab khusus, maka lebih tepat diambil keumuman lafadz bukan kekhususan sebab menurut jumhur ulama ”.
Berdasarkan penjelasan As-Sudiy dan Ibnu Katsir diatas dapat diketahui bahwa ayat ini bersifat umum. Dan sifat khianat sebagaimana yang disebutkan pada ayat ini mencakup banyak hal, dan tidak hanya mencakup khianat pada amanah yang diberikan orang lain kepada kita, akan tetapi tercakup pula khianat pada apa-apa yang diwajibkan Allah kepada hamba-Nya[5].
Diantara bentuk khianat kepada Allah adalah meninggalkan kewajiban-kewajiban yang di bebankan Allah kepada kita, dan menerjang larangan-larangan Allah yang di peruntukkan kepada kita. Hal ini bisa dengan meninggalkan salah satu dari rukun yang lima ( Rukun Islam ), atau melanggar larangan-larangan yang terdapat dalam Al-Qur’an ataupun Sunnah, seperti minum khamar, makan daging yang disembelih tidak dengan nama Allah, atau yang lainnya. Termasuk pula di dalamnya seseorang yang tidak membulatkan keikhlasannya kepada Allah ketika beramal, atau dia melakukannya tidak karena Allah.
Adapun bentuk khianat kepada Rasulullah  adalah dengan meninggalkan sunnah-sunnah beliau yang beliau ajarkan kepada kita, membencinya meskipun kita mengetahui secara jelas kebenarannya, seperti meninggalkan kewajiban sholat berjamaah lima waktu di masjid, mencukur jenggot secara sengaja padahal dia tahu bahwa Nabi melarang perbuatan tersebut, juga sunnah-sunnah lain yang beliau ajarkan.
Sebagai kaum muslimin apabila berjanji sesuatu kepada orang lain, maka harus dilaksanakan, tidak boleh dikhianati. Berkhianat berasal dari kata “ khianat “  yang artinya Tidak Setia  dan Durhaka. Berkhianat berarti berbuat sesuatu disertai dengan unsur tipu daya. Berkhianat juga bisa diartikan “ tidak lagi memiliki kesetiaan ”. Sifat ini sangat tercela, karena selain dapat merugikan dan membahayakan orang lain, juga dapat merugikan dan membahayakan diri sendiri.
Berkhianat juga berarti tidak amanah. Orang-orang yang suka berkhianat tidak akan  dapat dipercaya karena jika ia diberikan kepercayaan, ia akan selalu mengkhianati dan menyalah gunakan kepercayaan itu. Bahaya yang timbul akibat dari khianat adalah[6] :
1.        Dapat memutuskan persahabatan.
2.        Membuat orang lain tidak percaya lagi.
3.        Membuat luka di hati orang lain.
4.        Termasuk golongan orang-orang yang munafik.
Hadits Nabi SAW :
حَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ حَمْزَةَ وَسَالِمٍ ابْنَيْ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لِكُلِّ غَادِرٍ لِوَاءٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Artinya : “ Telah menceritakan kepadaku Harmalah bin Yahya telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb telah mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab dari Hamzah dan Salim yang keduanya adalah anak Abdullah, bahwa Abdullah bin Umar berkata : " Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : " Setiap pengkhianat akan membawa benderanya masing-masing di hari Kiamat kelak ". ( H. R. Muslim ).
Melanggar amanah dan menyia-nyiakannya merupakan tanda rusaknya aturan dan norma-norma kehidupan dan merupakan tanda dekatnya hari Kiamat. Setiap manusia wajib menunaikan amanah menurut apa yang telah disyari'atkan, meskipun orang lain berbuat khianat dan melakukan tipu daya terhadap dirinya. Sebab, khianat merupakan sifat orang munafik[7].
Hadits Nabi SAW :
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ
Artinya : “ Tanda kemunafikan ada tiga : apabila bercerita ia dusta, apabila berjanji ia tidak menepatinya dan apabila diberi amanah ia berkhianat ”. ( H. R. Muslim )[8].
Seorang mukmin wajib menjauhi sifat khianat, baik itu khianat kepada Allah dengan tidak menunaikan amanah yang di berikan kepadannya berupa kewajiban-kewajiban yang harus di jalankan seorang hamba, dan dengan melanggar larangan-Nya, atau khianat pada apa yang diamanahkan orang lain kepadannya berupa jabatan, pekerjaan, ataupun barang atau benda yang harus di jaga.
Khianat merupakan pintu masuk segala kejelekan, dan tempat tumbuhnya segala keburukan dan kejahatan, apabila sifat ini telah menyebar di tengah-tengah masyarakat maka akan rusaklah tatanan yang ada dalam masyarakat tersebut. Maka munculah penguasa-penguasa yang dholim, pejabat-pejabat yang korup, yang akan menghancurkan semua sendi-sendi keadilan dalam masyarakat[9].
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
1.      Tanggung jawab adalah sesuatu yang ditanggung dan harus dilakukan oleh manusia baik terlihat maupun tidak terlihat. Tanggung jawab sendiri erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari manusia maka dari itu diperlukan sebuah tekad untuk melaksanakan sebuah tanggung jawab. Tanggung jawab ada hubungannya dengan hak dan kewajiban. Tanggung jawab atau kewajiban manusia meliputi dari tanggung jawab terhadap diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.
2.      Adil adalah memperlakukan hak dan kewajiban dalam segala aspek kehidupan baik sosial, budaya, ekonomi, suku, ras, golongan di dalam lingkup keluarga maupun masyarakat secara seimbang, tidak memihak dan tidak merugikan pihak manapun. Islam memerintahkan kepada seorang muslim untuk berlaku adil terhadap diri sendiri, yaitu dengan menyimbangkan antara haknya dan hak Tuhannya serta hak-hak orang lain. Islam memerintahkan kepada kita untuk selalu berlaku adil kepada semua manusia. Keadilan seorang muslim terhadap orang yang dicintai, dan keadilan seorang muslim terhadap orang yang dibenci. Sehingga perasaan cinta itu tidak bersekongkol dengan kebatilan, dan perasaan benci itu tidak mencegah dia dari berbuat adil ( insaf ) dan memberikan kebenaran kepada yang berhak. Sedangkan jujur adalah mengatakan sesuatu apa adanya. Jujur lawannya dusta. Ada pula yang berpendapat bahwa jujur itu tengah-tengah antara menyembunyikan dan terus terang. Dengan demikian, jujur berarti keselarasan antara berita dengan kenyataan yang ada. Jadi, kalau suatu berita sesuai dengan keadaan yang ada, maka dikatakan benar atau jujur, tetapi kalau tidak, maka dikatakan dusta. Kejujuran dapat mengantarkan kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan kepada surga. Sedangkan dusta mengantarkan kepada perilaku menyimpang ( dzalim ) dan perilaku menyimpang mengantarkan kepada neraka. Sesungguhnya orang yang biasa berlaku dusta, maka ia akan mendapat gelas pendusta. Oleh karena itu, jujur memiliki peranan penting dalam kehidupan seseorang baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Kejujuran merupakan kunci sukses dalam segala hal termasuk dalam bekerja.
3.      Sebagai kaum muslimin apabila berjanji sesuatu kepada orang lain, maka harus dilaksanakan, tidak boleh dikhianati. Berkhianat berasal dari kata “ khianat “  yang artinya Tidak Setia  dan Durhaka. Berkhianat berarti berbuat sesuatu disertai dengan unsur tipu daya. Berkhianat juga bisa diartikan “ tidak lagi memiliki kesetiaan ”. Sifat ini sangat tercela, karena selain dapat merugikan dan membahayakan orang lain, juga dapat merugikan dan membahayakan diri sendiri.

B.    SARAN
Demikian makalah yang telah kami sampaikan. Manusia dalam berbuat tentunya terdapat kesalahan yang sifatnya tersilap dari yang telah ditetapkan atau seharusnya. Di akhir makalah ini, kami mengharapkan sekali kritik dan saran dari para pembaca agar dalam penulisan makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi. Kami selaku penulis mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat perkataan yang kurang berkenan di hati para pembaca, dan kami juga mengucapkan terima kasih banyak atas kritik dan saran yang telah diberikan kepada kami. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amiin Yaa Rabbal A’lamiin.

  
DAFTAR PUSTAKA

Drs.Roli A.Rahman, M.Ag, Modul pembelajaran Qur’an Hadits, ( Bojonegoro : Akik Pusaka, 2009 ).
Hadits Abu Hurairah R. A. Riwayat Al-Bukhari no. 33, 2682, 2749, 6095, Muslim no. 59 dan At-Tirmidzi no. 2636.
Nur Khoiro dan Khabib Basori, Pendidikan Agama Islam SMA / MA Kelas XII, ( Klaten : Intan Prawira, 2010 ).
Syaikh Muhammad Al-Utsaimin, Syarah Riyadhus Shalihin Jilkid II, ( Jakarta : Darul Falah, 2006 ).


[1] Drs.Roli A.Rahman, M.Ag, Modul pembelajaran Qur’an Hadits, ( Bojonegoro : Akik Pusaka, 2009 ), hal. 24.
[2] Syaikh Muhammad Al-Utsaimin, Syarah Riyadhus Shalihin Jilkid II, ( Jakarta : Darul Falah, 2006 ).
[3] Muhammad Ridwan Taufik, Al-Qur’an Hadits MA Kelas XII,( Depok : CV. Arya Duta, 2010 ), hal. 96.
[4] Nur Khoiro dan Khabib Basori, Pendidikan Agama Islam SMA / MA Kelas XII, ( Klaten : Intan Prawira, 2010 ), hal. 45.
[5] http://aburuqoyyah.blogspot.co.id/2012/02/larangan-sifat-khianat.html
[8] Hadits Abu Hurairah R. A. Riwayat Al-Bukhari no. 33, 2682, 2749, 6095, Muslim no. 59 dan At-Tirmidzi no. 2636.
[9] http://aburuqoyyah.blogspot.co.id/2012/02/larangan-sifat-khianat.html

1 komentar: