Sabtu, 31 Oktober 2015

MAKALAH MATERI PENDIDIKAN AQIDAH AKHLAK : PENGERTIAN AKHLAK, AKHLAK HASANAH, AKHLAK KARIMAH DAN AKHLAK ADZIMAH



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Akhlak adalah sesuatu yang dimiliki oleh seseorang atau individu baik itu akhlak baik maupun akhlak buruk. Akhlak merupakan komponen penting dan berkedudukan tinggi dalam islam karena rasullah menyatakan dalam sebuah hadits :
 عِثْتُ ِلأُتَمِّمَ مَكَارِمَ اْلأَخْلاَقِ
Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.
Begitu penting akhlak sehingga Rasulullah SAW diutus ke dunia untuk menyempurnakan akhlak yang mulia pada kita, akhlak merupakan suatu tingkah laku dalam diri kita baik maupun buruk, dengan akhlak seseorang dapat menjadi bahagia dan juga menjadi sengsara, karena ada hadits menyatakan  :
Rasulullah SAW bersabda :
  حُسْنُ الْخُلُقِ يُثَبِّتُ الْمَوَدَّةَ
Akhlak yang terpuji dapat melanggengkan kecintaan.
Jelas bilamana kita memiliki akhlak yang terpuji maka kita akan bahagia.
Akhlak memiliki kedudukan yang strategis dalam kita bertindak, karena akhlak merupakan yang terpenting dalam jiwa kita.

B.    RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian akhlak ?
2.      Apa itu akhlak hasanah, akhlak karimah, dan akhlak adzimah ?

C.     TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk mengetahui apa pengertian akhlak.
2.      Untuk mengetahui apa itu akhlak hasanah, akhlak karimah, dan akhlak adzimah.

BAB II
PEMBAHASAN
                                                                                   
A.    PENGERTIAN AKHLAK
1.      Menurut Bahasa
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, akhlak diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan. Dalam Bahasa Arab kata akhlak ( akhlaq ) diartikan sebagai tabiat, perangai, kebiasaan, bahkan agama. Dan ada juga mengungkapkan akhlak menurut bahasa adalah berasal dari bahasa arab dengan kosakata Al-Khulq berarti kejadian[1].
Pada sumber lain menyatakan akhlak menurut bahasa adalah dilihat dari sudut etimologi perkataan “ Akhlak “ (أَخْلاَقٌ) berasal dari bahasa Arab jama’ dari “ Khuluqun “ (خُلُقٌ) yang menurut lughat diartikan adat kebiasaan ( Al-Adat ), perangai, tabi’at ( Al-Sajiyyat ), watak ( Al-Thab ), adab / sopan santun ( Al-Muru’at ), dan agama ( Al-Din ) . Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan “ Khalqun “ (خَلْقٌ) yang berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan “ Khaliq “ (خاَلِقٌ) yang berarti pencipta dan “ Makhluq “ (مَخْلُوْقٌ) yang berarti yang diciptakan dan dari sinilah asal mula perumusan ilmu akhlak yang merupakan koleksi ugeran yang memungkinkan timbulnya hubungan yang baik antara Makhluk dengan Khaliq dan antara Makhluk dengan makhluk[2].
Bahkan dalam kitab ” Al-Mursyid Al-Amin Ila Mau’idhah Al-Mu’min ” telah dijelaskan perbedaan antara kata ” Al-Khalqu ” (اَلْخَلْقُ) dengan kata ” Al-Khuluqu ” (اَلْخُلُقُ) sebagai berikut :

يُقَالُ  :فُلاَنَ حَسَنِ الْخَلْقِ وَالْخُلُقِ  : اَى حَسَنُ الظَّاهِرِ وَالْبَاطِنِ, فَحُسْنُ الظَّاهِرِ هُوَ الْجَمَالُ كَمَا عَرَفْتُ, وَ حَسَنُ الْبَاطِنِ هُوَ غَلَبَةُ الصِّفَاتِ الْجَمِيْدَةِ عَلَى الْمَذْمُوْمَةِ.
Artinya : “ Dikatakan : Fulan itu baik kejadiannya dan baik budi pekertinya ”, maksudnya baik lahir dan batinnya. Yang dimaksud ” baik lahir ” yaitu baik rupa atau rupawan, sedang yang dimaksud ” baik batin ” yaitu sifat-sifat kebaikan ( terpuji ) yang mengalahkan atas sifat-sifat tercela ” .
Jadi jelas bahwa kata ” Al-Khalqu ” (اَلْخَلْقُ) itu mengandung arti kejadian yang bersifat lahiriyah seperti wajah seseorang yang bagus atau yang jelek. Sedangkan kata ” Al-Khuluqu ” (اَلْخُلُقُ) atau jamak dari “ Akhlak “ (أَخْلاَقٌ) itu mengandung arti budi pekerti atau pribadi yang bersifat rohaniah seperi sifat-sifat terpuji atau sifat-sifat tercela . Bahkan Ibnu Athir dalam kitabnya “ An-Nihayah “ telah menerangkan bahwa : “ Hakikat makna Khuluqun (خُلُقٌ) itu ialah gambaran batin manusia yang tepat ( yaitu jiwa dan sifat-sifatnya ), sedang makna Khalqun (خَلْقٌ) merupakan gambaran bentuk luarnya ( raut muka, warna kulit, tinggi rendah tubuhnya, dan sebagainya )[3].
Pemakaian kata Akhlaqa atau Khuluq keduanya dapat kita jumpai pemakaian dalam Al-Qur’an atau hadits, yakni sebagaimana dalam ayat dan hadits di bawah ini :
وَاِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيْمٍ (القلم :٤)
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung “. ( Q. S. Al-Qalam : 4 ).
اِنّمَا بُعِثْتُ لِاُ تَمِّمَ مَكَارِمَ الْاَخْلَاقِ (رواه احمد)
Sesungguhnya aku diutus ( Allah ) untuk menyempurnakan keluhuran budi pekerti “. ( H. R. Ahmad ).
Ayat Al-Qur’an dan hadits tersebut masing-masing menggambarkan atau mengungkapkan arti dari kata akhlak tersebut yang artinya telah disebutkan di atas tadi. Jadi jelas tidak ada perlu pertentangan tentang pengertian dari kata akhlak karena memang masing-masing ada pegangan atau rujukannya. Kata akhlak juga berarti tindak-tanduk atau kebiasaan-kebiasaan.
2.      Menurut Istilah
a)      Imam Al-Ghazali menyebut akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa. Daripada jiwa itu, timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa melakukan pertimbangan fikiran[4].
b)      Prof. Dr. Ahmad Amin mendefinisikan akhlak sebagai kehendak yang dibiasakan. Maksudnya, sesuatu yang mencirikan akhlak itu ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya, kehendak itu apabila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinamakan akhlak. Ahmad Amin menjelaskan arti kehendak itu ialah ketentuan daripada beberapa keinginan manusia. Manakala kebiasaan pula ialah perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah melakukannya. Daripada kehendak dan kebiasaan ini mempunyai kekuatan kearah menimbulkan apa yang disebut sebagai akhlak.
c)     Ibnu Maskawayh mengatakan akhlak ialah suatu keadaan bagi diri atau jiwa yang mendorong ( diri atau jiwa itu ) untuk melakukan perbuatan dengan senang tanpa didahului oleh daya pemikiran kerana sudah menjadi kebiasaan[5].
Pengertian yang telah diuraikan telah cukup jelas untuk memberikan pemahaman tentang makna akhlak itu sendiri. Setiap manusia dilahirkan dengan tabiat dasarnya yang dibawa dari Tuhan. Pada umumnya para ahli berpendapat seperti itu berdasarkan dari hadits Rasulullah SAW :
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ اِلّا يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَاَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ اَوْ يُمَجَّسَا نِهِ اَوْ يُنَصِّرَانِهِ.  (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah berkata : berkata Rasulullah SAW : “ Setiap manusia dilahirkan berdasarkan fitrahnya, lalu kedua orang tuanyalah yang mempengaruhinya menjadi Yahudi, Majusi, Dan Nasrani ”. ( H. R. Muslim )[6].
Kata fitrah yang disebutkan pada hadits di atas memiliki arti kata “ suci ” yang mana suci dalam agama. Namun, jika diperluas makna “ suci  tersebut maka suci tersebut juga bisa mencakup terhadap akhlak yang artinya manusia itu membawa akhlak yang suci ketika manusia itu dilahirkan. Sedangkan kata “ kedua orang tuanyalah yang mempengaruhinya ”, maka yang dimaksud mempengaruhi dalam  kata itu tidak hanya dalam masalah agama tapi juga dalam tingkah laku ataupun perbuatan. Bahkan juga kata dalam orang tua dalam hadits tersebut mungkin juga berlaku juga pada guru karena pada hakikatnya guru juga termasuk orang tua yakni orang tua di dalam lingkup pendidikan.
           
B.   AKHLAK HASANAH, AKHLAK KARIMAH, DAN AKHLAK ADZIMAH
1.      Akhlak Hasanah
Akhlak Hasanah bila diartikan ke dalam Bahasa Indonesia memiliki makna akhlak yang baik[7]. Makna ini diketahui karena kata hasanah memang berasal dari Bahasa Arab yakni “ Hasana ” yang artinya baik. Tidak hanya sekilas begitu saja pengertian akhlak hasanah, ada juga yang mendefenisikan bahwa akhlak hasanah itu ialah apabila seseorang melakukan kebaikan kepada kita dan kita membalasnya dengan kebaikan[8]. Contoh : kita punya tetangga yang mana beliau apabila mendapat rezeki berlebih selalu berbagi dengan  kita. Beliau mendapat uang dua milyar  dan karena kita sebagai tetangga beliau, kita pun ikut kecipratan rezeki sebab beliau membagi sembako kepada warga sekitar sebagai tanda syukur. Karena kebaikan-kebaikan beliau itulah kita selaku tetangga otomatis berbuat buat baik juga kepada sesama kita dan contoh akhlak hasanah yang lain seperti pemaaf, penyantun, sabar, rahmah ( kasih sayang ), lemah lembut dan lainnya.
2.      Akhlak Karimah
Akhlak karimah apabila diartikan sendiri bisa bermakna akhlak yang mulia. Kata karimah sendiri berasal dari Bahasa Arab yang mana fi’il madhinya adalah كرم yang berarti mulia. Kalau melihat kata mulia tentu ini tingkatannya lebih tinggi daripada hasanah ( baik ) walaupun pada dasarnya kedua akhlak ini sama-sama bagus. Akhlak mulia ini secara spesifik yakni bermakna apabila seseorang tidak pernah melakukan kebaikan kepada kita ( biasa-biasa saja ), tetapi kita selalu berbuat baik kepada orang tersebut. Sikap seperti inilah yang dinamakan dengan akhlak karimah atau akhlak yang mulia. Contoh yang lain jujur, menghindari perbuatan dusta ( bohong ), dan amanah.
3.      Akhlak Adzimah
Akhlak adzimah bila diartikan adalah akhlak yang agung[9]. Dalam Kamus Bahasa Arab عظيم  arti “ yang hebat, yang agung, sangat besar, maha besar, megah, penuh  kemegahan, penuh keagungan, perkasa, kuat, penting ”[10]. Akhlak azhimah ini merupakan tingkatan akhlak yang tertinggi di antara kedua akhlak diatas tadi. Akhlak azhimah ini merupakan suatu sikap dimana seseorang melakukan kebaikan kepada orang lain walaupun orang lain tersebut telah menyakiti dirinya[11]. Sikap ini dicontohkan Oleh Rasulullah SAW ketika beliau berdakwah di Kota Thaif dimana ketika beliau berdakwah disana, beliau malah dikatakan sebagai orang gila dan beliau juga dilempari batu hingga tubuh beliau ada yang terluka. Sesudah kejadian tersebut beliau tidak marah atau menghujat malahan beliau mendoakan mereka. Inilah setinggi-tingginya akhlak yakni akhlak azhimah.




BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
1.      Akhlak menurut bahasa adalah sebagai budi pekerti atau kelakuan. Dalam Bahasa Arab kata akhlak ( akhlaq ) diartikan sebagai tabiat, perangai, kebiasaan, bahkan agama. Dan ada juga mengungkapkan akhlak menurut bahasa adalah berasal dari bahasa arab dengan kosakata Al-Khulq berarti kejadian. Sedangkan menurut istilah adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa. Daripada jiwa itu, timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa melakukan pertimbangan fikiran.
2.      Akhlak hasanah adalah apabila seseorang melakukan kebaikan kepada kita dan kita membalasnya dengan kebaikan. Akhlak karimah adalah akhlak yang mulia. Kata karimah sendiri berasal dari Bahasa Arab yang mana fi’il madhinya adalah كرم yang berarti mulia. Akhlak mulia ini secara spesifik yakni bermakna apabila seseorang tidak pernah melakukan kebaikan kepada kita ( biasa-biasa saja ), tetapi kita selalu berbuat baik kepada orang tersebut. Dan akhlak adzimah adalah suatu sikap dimana seseorang melakukan kebaikan kepada orang lain walaupun orang lain tersebut telah menyakiti dirinya.

B.    SARAN
Demikian makalah yang telah kami sampaikan. Manusia dalam berbuat tentunya terdapat kesalahan yang sifatnya tersilap dari yang telah ditetapkan atau seharusnya. Di akhir makalah ini, kami mengharapkan sekali kritik dan saran dari para pembaca agar dalam penulisan makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi. Kami selaku penulis mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat perkataan yang kurang berkenan di hati para pembaca, dan kami juga mengucapkan terima kasih banyak atas kritik dan saran yang telah diberikan kepada kami. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amiin Yaa Rabbal A’lamiin.
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Sunarto, Kamus Arab Indonesia Al-Kabir, ( Surabaya : Karya Agung, 2010 ).
Drs. H. Atjep Effendi, Pelajaran Aqidah Akhlak, ( Bandung : ARMICO, 1996 ).
Prof. Alfat Masan, Aqidah Akhlak, ( Semarang : Karya Toha Putra, 2005 ).
Prof. Dr. H. A. Rahman Ritonga, MA., Akhlak, ( Surabaya : Amelia Surabaya, 2005 ).
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Akhlak Tasawuf, ( Surabaya : Amelia Surabaya, 2005 ).
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Akhlak Tasawuf, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2006 ).


[1] Prof. Alfat Masan, Aqidah Akhlak, ( Semarang : Karya Toha Putra, 2005 ), hal. 26.
[2] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Akhlak Tasawuf, ( Surabaya : Amelia Surabaya, 2005 ), hal. 7.
[3] Prof. Dr. H. A. Rahman Ritonga, MA., Akhlak, ( Surabaya : Amelia Surabaya, 2005 ), hal. 7.
[4] Drs. H. Atjep Effendi, Pelajaran Aqidah Akhlak, ( Bandung : ARMICO, 1996 ), hal. 71.
[5] Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Akhlak Tasawuf, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2006 ), hal. 1.
[6] Prof. Dr. H. A. Rahman Ritonga, MA., Ibid, hal. 7.
[8] Http://Kargaroji.dakwah.blogspot.com/2013_08_01archive.html
[10] Achmad Sunarto, Kamus Arab Indonesia Al-Kabir, ( Surabaya : Karya Agung, 2010 ), hal. 453.
[11] Http://Kargaroji.dakwah.blogspot.com/2013_08_01archive.html

1 komentar: