BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Dalam membaca
Al-Qur’an, kita harus hati-hati dan teliti dengan memperhatikan makharijul
huruf, tidak asal baca, akan tetapi harus berdasarkan tajwid sehingga kebenaran
bacaan dapat terjaga. Misalnya, mana yang seharusnya dibaca panjang dan mana
yang harus dibaca pendek, juga makharijul hurufnya. Bila terjadi kesalahan
dalam membaca akan bisa mempengaruhi dan merubah arti kalimat yang dibacanya.
Sebagai contoh lafadz dalam Al-Qur’an Alim ( أليم ) artinya pedih dan ‘Alim ( عليم ) yang artinya Maha Mengetahui, contoh lain kata Khalaqa ( خلق ) bila dibaca pendek semua artinya “ Menciptakan “ dan bila kha
( خ ) dibaca
panjang artinya bisa “ bergaul “.
Al-Qur’an sebagai kitab suci yang berisi firman-firman Allah SWT dan
menjadi pedoman hidup bagi umat Islam tentunya harus kita jaga, kita baca,
hayati, dan kita amalkan. Karena Al-Qur’an merupakan “ Kalam Allah ”,
maka dalam membacanya pun mempunyai adab / tata cara membaca Al-Qur’an. Seperti
sebelum membaca Al-Qur’an kita harus dalam keadaan suci dari hadats ( mempunyai
wudhu ), membaca ta’awudz dan sebagainya. Dalam membaca Al-Qur’an pun kita
harus mengetahui ilmunya. Agar tidak terjadi salah arti dalam membaca
Al-Qur’an, dan bacaannya bagus dan tartil, maka para ulama menciptakan ilmu
tajwid. Ilmu tajwid membahas hukum-hukum bacaan yang terdapat di dalam Al-Qur’an.
Selain hukum-hukum bacaan, ilmu tajwid juga berisi tentang letak makhrijul
huruf, agar kita dapat membedakan huruf hijaiyah yang satu dengan lainnya.
Setiap huruf hijaiyah mempunya sifat, dan sifat itulah yang membedakan
masing-masing huruf hijaiyah.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana hukum
bacaan Alif Lam Syamsiah dan Alif Lam Qamariyah ?
2. Bagaimana hukum
bacaan nun mati / tanwin dan mim mati ?
3. Bagaimana hukum
bacaan qalqalah dan ra ?
4. Bagaimana hukum
bacaan mad dan waqaf ?
5. Apa makna yang
terkandung dalam Q. S. At-Tiin 1-8 ?
6. Apa makna yang
terkandung dalam Q. S. Al-Insyirah ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui
bagaimana hukum bacaan Alif Lam Syamsiah dan Alif Lam Qamariyah.
2. Untuk mengetahui
bagaimana hukum bacaan nun mati / tanwin dan mim mati.
3. Untuk mengetahui
bagaimana hukum bacaan qalqalah dan ra.
4. Untuk mengetahui
bagaimana hukum bacaan mad dan waqaf.
5. Untuk mengetahui
apa makna yang terkandung dalam Q. S. At-Tiin 1-8.
6. Untuk mengetahui
apa makna yang terkandung dalam Q. S. Al-Insyirah.
BAB II
PEMBAHASAN
MATERI AL-QUR’AN SEKOLAH MENENGAH
PERTAMA
A. HUKUM BACAAN
ALIF LAM SYAMSIAH DAN ALIF LAM QAMARIYAH ( LAM TA’RIF )
Di dalam
Al-Qur’an, kita sangat sering menemui kata-kata yang diawali dengan huruf alif
lam ( ال ). Alif
lam juga biasa disebut dengan lam ta’rif atau al-ta’rif.
Bacaan alif lam dibedakan menjadi dua, yaitu Alif Lam Syamsiah dan Alif
Lam Qamariyah.[1]
1. Alif Lam
Syamsiah
a. Pengertian
Alif Lam Syamsiah
Alif lam syamsiah adalah alif lam
yang dirangkai dengan kata benda ( isim ) yang diawali dengan salah satu dari
huruf-huruf syamsiah. Syamsiah artinya seperti matahari.
Jumlah huruf syamsiah ada 14 huruf,
yaitu huruf-huruf hijaiyah selain huruf-huruf qamariyah, yaitu : ن,
ل, ظ,
ط, ض,
ص, ش,
س, ز,
ر, ذ,
د, ث,
ت
b. Cara Membaca
Alif Lam Syamsiah
Cara membaca alif lam syamsiah
apabila alif lam bertemu dengan salah satu dari keempat belas huruf tersebut,
dengan cara memasukkan atau mentasydidkan huruf setelah alif lam, sehingga
suara alif lam hilang. Karena cara membacanya dengan “ memasukkan “
seperti itu, hukum bacaannya disebut dengan Idgham Syamsiah.[2]
Contoh bacaan alif lam syamsiah :
|
No
|
Tertulis
|
Dibaca
|
Keterangan
|
|
1
|
التَّوۡبَةُ
|
At-taubah
|
ال ß
ت
|
|
2
|
الثَّوۡبُ
|
Ats-tsaub
|
ال ß
ث
|
|
3
|
الدُّعَاءُ
|
Ad-du’aa
|
ال ß
د
|
|
4
|
الذُّبَابُ
|
Adz-dzubaab
|
ال ß ذ
|
|
5
|
الرَّسُوۡلُ
|
Ar-rasuul
|
ال ß
ر
|
|
6
|
الزَّكَاةُ
|
Az-zakaah
|
ال ß
ز
|
|
7
|
السُّفَهَٓاءُ
|
As-sufahaa’
|
ال ß
س
|
|
8
|
الشَّهۡرُ
|
Asy-syahr
|
ال ß
ش
|
|
9
|
الصَّبۡرُ
|
Ash-shabr
|
ال ß
ص
|
|
10
|
الضَّٓالِّيۡنَ
|
Adh-dhaalliin
|
ال ß
ض
|
|
11
|
الطَّالِبُ
|
Ath-thaalib
|
ال ß
ط
|
|
12
|
الظَّالِمِيۡنَ
|
Adz-dzaalimiin
|
الß ظ
|
|
13
|
اللَّهَبُ
|
Al-lahab
|
ال ß
ل
|
|
14
|
النَّوۡمُ
|
An-nauum
|
ال ß
ن
|
2. Alif Lam
Qamariyah
a. Pengertian
Alif Lam Qamariyah
Alif lam qamariyah adalah alif lam
yang dirangkai dengan kata benda ( isim ) yang diawali dengan salah satu huruf
qamariyah. Qamariyah artinya seperti bulan.
Jumlah huruf qamariyah ada 14 huruf,
yaitu huruf-huruf hijaiyah selain huruf-huruf syamsiah, yaitu : ي, ء, م, ق, ف, غ, ع, و, ك, خ, ح, ج, ب, ا
b. Cara Membaca
Alif Lam Qamariyah
Cara membaca alif lam qamariyah harus
jelas dan terang, atau Izhar. Sebab itulah hukum bacaannya disebut Izhar
Qamariyah.[3]
Contoh bacaan alif lam qamariyah :
|
No
|
Tertulis
|
Dibaca
|
Keterangan
|
|
1
|
الۡاَحَدُ
|
Al-ahad
|
ال ß
ا
|
|
2
|
الۡبِرُّ
|
Al-birr
|
ال ß
ب
|
|
3
|
الۡجَمَاعَةُ
|
Al-jamaa’ah
|
ال ß
ج
|
|
4
|
الۡحِلۡمُ
|
Al-hilm
|
ال ß ح
|
|
5
|
الۡخَيۡرُ
|
Al-khair
|
ال ß
خ
|
|
6
|
الۡكَوۡثَرُ
|
Al-kautsar
|
ال ß
ك
|
|
7
|
الۡوَدُوۡدُ
|
Al-waduud
|
ال ß
و
|
|
8
|
الۡعَيۡنُ
|
Al-‘ain
|
ال ß
ع
|
|
9
|
الۡغَيۡرُ
|
Al-ghair
|
ال ß
غ
|
|
10
|
الۡفَاكِهَةُ
|
Al-faakihah
|
ال ß
ف
|
|
11
|
الۡقَارِعَةُ
|
Al-qaari’ah
|
ال ß
ق
|
|
12
|
الۡمُنِيۡرُ
|
Al-muniir
|
ال ß
م
|
|
13
|
الۡأَرۡضُ
|
Al-ardh
|
ال ß
ء
|
|
14
|
الۡيَوۡمُ
|
Al-yaum
|
ال ß
ي
|
B. HUKUM BACAAN
NUN MATI / TANWIN DAN MIM MATI
1. Hukum Bacaan
Nun Mati / Tanwin ( نۡ / ٌ ٍ ً )
Apabila ada nun mati / tanwin (
نۡ / ٌ ٍ ً
) bertemu dengan huruf hijaiyah, hukum
bacaannya ada empat macam, yaitu : Izhar, Idgham, Iqlab, dan Ikhfa.[4]
a. Izhar ( اِظۡهَارۡ )
Menurut bahasa Izhar artinya jelas
atau terang. Sedangkan menurut istilah ilmu tajwid adalah : bacaan nun
mati / tanwin ( نۡ
/ ٌ ٍ ً ) yang harus diucapkan secara jelas
dan terang. Yakni apabila nun mati / tanwin ( نۡ
/ ٌ ٍ ً ) bertemu dengan salah satu huruf
izhar yang enam yaitu[5] : غ, ع, خ, ح, ه, ا
Huruf-huruf
izhar disebut juga dengan huruf Halqi, karena makhrajnya ( tempat keluar
suara dari mulut ) adalah kerongkongan atau tenggorokkan.[6]
Contoh
izhar :
|
No
|
Huruf
|
Nun
mati ( نً )
|
Tanwin (
ٌ ٍ
ً )
|
|
1
|
ا
|
مَنْ أمَنَ
|
رَسُوْلٌ اَمِيْنٌ
|
|
2
|
ھ
|
مِنْ هَادٍ
|
جُرُفٍ هَارٍ
|
|
3
|
ح
|
عَنْ حَرَامِكَ
|
نَارٌ حَامٍيَةٌ
|
|
4
|
خ
|
مَنْ خَشِيَ
|
ذَرَّةٍ خَبٍيْرٌ
|
|
5
|
ع
|
مِنْ عِلْمٍ
|
سَمٍيْعٌ عَلٍيْمٌ
|
|
6
|
غ
|
مِنْ غِلٍّ
|
اَجْرٌ غَيْرُ
|
b. Idgham ( اِدۡغَامۡ )
Idgham menurut bahasa artinya
memasukkan atau lebur. Sedangkan menurut istilah ilmu tajwid adalah :
memasukkan bunyi nun mati / tanwin ( نۡ / ٌ ٍ ً ) ke
dalam salah satu huruf idgham yang enam, yaitu[7] :
ر, ل, و, م, ن, ي
Dengan demikian idgham berarti
menyisipkan bunyi huruf nun mati / tanwin yang terdapat dihadapannya, sehingga
bunyi nun mati / tanwin tersebut tidak terdengar sama sekali, yang terdengar
hanyalah bunyi huruf idgham, dan seolah-olah merupakan suatu huruf yang
bertasydid.
a) Idgham
Bighunnah ( بِغُنَّة اِدۡغَامۡ )
Idgham Bighunnah artinya memasukkan dengan mendengung. Hukum bacaan
idgham bighunnah yaitu jika nun mati / tanwin bertemu dengan salah satu huruf و, م, ن, dan ي.[8]
Contoh :
|
No
|
Huruf
|
Nun
mati ( نً )
|
Tanwin (
ٌ ٍ
ً )
|
|
1
|
ي
|
مَنْ يَقُوْلُ
|
يَوْمَئِذٍ يَصْدُرُ
|
|
2
|
ن
|
مِنْ نِعْمَةِ
|
حِكْمَةٍ نَافِعَةٍ
|
|
3
|
م
|
مِنْ مَسَدٍ
|
عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ
|
|
4
|
و
|
مِنْ وَرَاءِهِمْ
|
خَيْرٌ وَاَبْقَى
|
Ada pengecualian, yaitu jika nun mati / tanwin bertemu dengan
salah satu huruf و, م, ن, dan ي dalam satu kata, maka hukum
bacaannya tidak lagi idgham bighunnah. Tetapi hukum bacaannya disebut izhar.
Cara membacanya, huruf nun mati harus dibaca jelas atau tidak mendengung.[9]
Contoh : صِنۡوَانٌ
dan قِنۡوَانٌ
b) Idgham
Bilaghunnah ( بِلَاغُنَّة اِدۡغَامۡ )
Idgham Bilaghunnah artinya memasukkan dengan tidak mendengung. Hukum
bacaan idgham bilaghunnah yaitu jika nun mati / tanwin bertemu dengan salah
satu huruf ل atau ر. Cara membacanya yaitu bunyi
atau suara nun mati / tanwin dimasukkan ke huruf ل atau ر tetapi tidak boleh dibaca
dengan dengung.[10] Contoh
:
|
No
|
Huruf
|
Nun
mati ( نً )
|
Tanwin (
ٌ ٍ
ً )
|
|
1
|
ل
|
مِنْ لَدُنْكَ
|
هُدًى لِلْمُتَّقِيْنَ
|
|
2
|
ر
|
مِنْ رَبِّكَ
|
خَيْرٌ رَازِقِيْنَ
|
c. Iqlab ( اِقۡلَابۡ )
Dari sudut bahasa, Iqlab artinya mengganti atau menukar. Sedangkan
berdasarkan ilmu tajwid, iqlab adalah mengganti bunyi nun mati / tanwin menjadi
bunyi mim mati. Hukum bacaan iqlab yaitu jika nun mati / tanwin bertemu dengan
huruf ب, dibaca dengan
mengganti bunyi nun mati / tanwin menjadi bunyi mim mati. Caranya dengan
merapatkan kedua bibir dan mendengung.[11]
Contoh :
|
No
|
Huruf
|
Nun
mati ( نً )
|
Tanwin (
ٌ ٍ
ً )
|
|
1
|
ب
|
مِنْ بَعْدِهِمْ
|
سَمِيْعٌ بَصِيْرٌ
|
d. Ikhfa ( اِخۡفَاء )
Secara bahasa, Ikhfa berarti menyamarkan atau menyembunyikan. Menurut
istilah ilmu tajwid, ikhfa adalah hukum bacaan yang terjadi apabila ada nun
mati / tanwin bertemu dengan salah satu huruf ikhfa, yaitu[12]
:
ت , ث , ج , د , ذ , ز , س , ش , ش , ص , ض , ط , ظ , ف , ق , ك
Cara membacanya dengan samar-samar
atau antara izhar dan idgham. Jadi suara nun mati / tanwin tetap terdengar,
tetapi tidak jelas atau terdengar seperti suara “ NG “ dan “ NY “.[13]
Contoh :
|
No
|
Huruf
|
Nun
mati ( نً )
|
Tanwin (
ٌ ٍ
ً )
|
|
1
|
ت
|
فَمَنْ تَبِعَ
|
جَنّتٍ تَجْرِى
|
|
2
|
ث
|
فَمَنْ ثَقُلَتْ
|
شِهَابٌ ثَاقِبٌ
|
|
3
|
ج
|
اِنْ جَاءَكُمْ
|
خَلْقٍ جَدِيْدٍ
|
|
4
|
د
|
اَنْدَادًا
|
دَكًّا دَكًّا
|
|
5
|
ذ
|
مِنْ ذَهَبٍ
|
نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ
|
|
6
|
ز
|
وَاَنْزَلْنَا
|
صَعِيْدًا زَلَقًا
|
|
7
|
س
|
أَلإِنْسَانُ
|
سَلمًا سَلمًا
|
|
8
|
ش
|
مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ
|
عَذَابٍ شَدِيْدٍ
|
|
9
|
ص
|
عَنْ صَلاَتِهِمْ
|
عَمَلاً صَالِحًا
|
|
10
|
ض
|
مَنْضُوْدٍ
|
مُسْفِرَةٌ ضَاحِكَةٌ
|
|
11
|
ط
|
مِنْ طَيِّبَاتٍ
|
بَلْدَةٌ طَيٍّبَةٌ
|
|
12
|
ظ
|
مِنْ ظُهُوْرِهِمْ
|
حُرَّاءً ظَاهِرَةً
|
|
13
|
ف
|
أَنْفُسِهِمْ
|
مُخْتَالٍ فَخُوْرٍ
|
|
14
|
ق
|
مِنْ قَبْلِ
|
رٍزْقًا قَالُوا
|
|
15
|
ك
|
مَنْ كَانَ يَرْجُو
|
نَاِصيَةٍ كَاذِبَةٍ
|
2. Hukum Bacaan
Mim Mati ( مۡ )
Hukum bacaan mim mati dibedakan
menjadi tiga, yaitu Idgham Mutamasilain, Ikhfa Syafawi, dan Izhar
Syafawi. Pembagian itu berdasarkan perbedaan makhraj huruf dan sifatnya.[14]
a) Idgham
Mutamasilain / Misli
Idgham Mutamasilain / Misli disebut juga dengan Idgham Mimi.
Hukum bacaan disebut dengan idgham mutamasilain yaitu jika mim mati bertemu dengan huruf mim ( م ). Adapun cara membaca idgham misli,
yaitu memasukkan huruf pertama pada huruf berikutnya atau dengan dengung
kira-kira dua harakat. Contoh :
Mim mati bertemu huruf mim : وَمَا لَهُمْ مِنَ اللهِ
Mim mati bertemu huruf mim : اِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ
b) Ikhfa Syafawi
Hukum bacaan disebut Ikhfa Syafawi yaitu jika mim mati
bertemu dengan huruf ba ( ب ). Adapun cara membacanya
adalah dengan bunyi dengung samar-samar di bibir sepanjang dua harakat. Contoh
:
Mim mati bertemu huruf ba : وَمَا لَهُمْ بِذَلِكَ
Mim mati bertemu huruf ba : تَرْمِيْهِمْ
بِحِجَارَةٍ
c) Izhar Syafawi
Hukum bacaan disebut Izhar Syafawi, yaitu jika mim mati
bertemu dengan huruf hijaiyah selain mim dan ba ( م dan ب ). Maka jelaslah bahwa huruf-
huruf izhar syafawi tersebut merupakan huruf yang paling banyak apabila
dibandingkan dengan huruf idgham mutamasilain maupun ikhfa syafawi. Huruf-huruf
izhar syafawi yaitu :
ا ـ ت ـ ث ـ ج ـ ح ـ خ ـ د ـ ذ ـ ر ـ
ز ـ س ـ ش ـ ص ـ ض ـ ط ـ ظ ـ ع ـ غ ـ ف ـ ق ـ ك ـ ل ـ ن ـ وـ ھ ـ ي
Adapun cara membaca huruf izhar syafawi yaitu disuarakan dengan terang
dan jelas. Contoh :
|
No
|
Huruf
|
Kalimat
|
No
|
Huruf
|
Kalimat
|
|
1
|
ا
|
فَلَهُمْ اَجْرٌ
|
14
|
ض
|
وَامْضُوا
|
|
2
|
ت
|
جَنتٍ تَجْرِى
|
15
|
ط
|
لَهُم طَعَامٌ
|
|
3
|
ث
|
مَاءً ثَجَّاجًا
|
16
|
ظ
|
ظَنَنتُمْ ظَنَّ السَّوءِ
|
|
4
|
ج
|
خَلْقٍ جَدِيْدٍ
|
17
|
ع
|
وَلَهُمْ عَذَابٌ
|
|
5
|
ح
|
عَلَيْهِمْ حَافِظِيْنَ
|
18
|
غ
|
مَاءُكُمْ غَوْرًا
|
|
6
|
خ
|
هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ
|
19
|
ف
|
لَهُمْ فِيْهَا
|
|
7
|
د
|
لَهُمْ دَارالاَخِرَةِ
|
20
|
ق
|
رَأَوْهُمْ قَالُوْا
|
|
8
|
ذ
|
رَبُّكُمْ ذُوْا رَحْمَةٍ
|
21
|
ك
|
اِنَّهُمْ كَانُوا
|
|
9
|
ر
|
اِيْلفِهِمْ رِحْلَةَ
|
22
|
ل
|
فَمَا لَهُمْ لاَ يُؤْمِنُوْنَ
|
|
10
|
ز
|
اَمْ زَيَّنّا السَّمَاء
|
23
|
ن
|
اَلَمْ نَجْعَلْ
|
|
11
|
س
|
فَوْقَكُمْ سَبْعًا
|
24
|
و
|
عَلَيْهِمْ وَلاَهُمْ يَحْزَنُونَ
|
|
12
|
ش
|
هُمْ شَرُّ البَرِيَّةِ
|
25
|
ھ
|
اَمْهِلْهُمْ رُوَيْدًا
|
|
13
|
ص
|
اِنْ كُنْتُمْ صَادِقِيْنَ
|
26
|
ي
|
مَالَم يَعْلَمْ
|
C. HUKUM BACAAN
QALQALAH DAN RA
1. Hukum Bacaan
Qalqalah
Dari sisi bahasa, kata qalqalah
artinya pantulan atau goncangan, gerak atau getaran. Sedangkan berdasar ilmu
tajwid, qalqalah adalah membaca huruf-huruf tertentu dengan gerakan suara yang
memantul dari makhrajnya. Huruf-huruf itu berharakat sukun, fathah, kasrah, dan
dhammah, yang dibaca sukun disebabkan berhenti. Jumlah huruf qalqalah ada lima,
yaitu : ق, ط, د,
ج, ب.[15]
Bacaan qalqalah ada dua macam, yaitu
: (a) huruf qalqalah berharakat sukun, dan (b) huruf qalqalah berharakat
fathah, kasrah, dan dhammah yang dibaca sukun karena berhenti atau waqaf.
a. Qalqalah
Sugra ( Qalqalah Kecil ), adalah huruf-huruf qalqalah yang berharakat sukun ( mati ), dan yang
berada pada pertengahan kata. Contoh :
|
Huruf
|
Contoh
|
|
ب
|
اَبْصَارِهِمِ
|
|
ج
|
نَجْعَلُ
|
|
د
|
اَدْبَارَهُمْ
|
|
ط
|
أَطْعَمَهُمْ
|
|
ق
|
إِقْتَرَبَ
|
b. Qalqalah
Kubra ( Qalqalah Besar ), adalah huruf-huruf qalqalah yang berharakat sukun dibaca waqaf (
berhenti ) atau berharakat fathah, kasrah, dan dhammah yang dibaca mati, dan
berakhir pada akhir kata. Contoh :
|
Huruf
|
Contoh
|
|
ب
|
أُوْلُوْا اْلأَلْبَابِ
|
|
ج
|
ذَاتِ الْبُرُوْجِ
|
|
د
|
ذَاتِ الْوَقُوْدِ
|
|
ط
|
مِنْ وَرَآئِهِمْ مُحِيْطٌ
|
|
ق
|
مِنْعَلَقٍ
|
2.
Hukum Bacaan Ra
Huruf ra ( ر ) adalah salah satu huruf hijaiyah yang pengucapannya
berbeda-beda. Satu waktu dibaca tebal sementara yang lain dibaca tipis.[16]
Terdapat hukum bacaan ra ( ر
), baik ketika berlafal hidup maupun mati. Hukum bacaan ra terbagi tiga macam,
yaitu[17]
:
a.
Ra Mufakhakhamah ( Ra Tafkhim ), adalah ra yang dibaca tebal. Ra
dibaca tebal apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1)
Ra berharakat fathah. Contoh : حَرَجٍ مِنۡ
2)
Ra berharakat
dhammah. Contoh : رُحَمَآءُ
3)
Ra
berharakat sukun, sedangkan huruf sebelumnya berbaris fathah atau dhammah.
Contoh : مَرْيَمُ،
يُرْزَقُوْنَ
4)
Ra berharakat sukun, sedangkan huruf sebelumnya
berharakat kasrah, tetapi bukan kasrah asli dari asal perkataan. Contoh : اِرْحَمْنَا
5)
Ra
berharakat sukun, sedangkan huruf sebelumnya berharakat kasrah asli, tetapi
sesudah ra ada salah satu huruf Isti’la dan tidak berharakat kasrah.
Huruf isti’la ada tujuh, yaitu : ق, غ, ظ, ط, ض, ص, ح. Huruf isti’la berarti huruf yang
meninggi atau memberat karena bunyi itu agak berat. Contoh : فِرۡقَةٌ, قِرۡطَاسٌ
b.
Ra Muraqqah ( Ra Tarqiq ), adalah ra yang dibaca tipis. Ra
dibaca tipis apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1)
Ra berharakat kasrah. Contoh : رِجَالاً، وَاَرِنَا مَنَاسِكَنَا،
اَلنَّارِ
2)
Apabila sebelum huruf ra ada ya sukun ( يۡ ). Contoh : عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
3)
Ra berharakat sukun yang didahului huruf berharakat
kasrah. Namun, setelah ra sukun bukan huruf isti’la. Contoh : فِرْعِوْنَ
c.
Ra Jawaazul Wajhain, adalah ra yang boleh dibaca tafkhim
atau tarqiq. Hukum jawaazul wajhain terjadi apabila dalam keadaan sebagai
berikut[18]
:
1)
Ra sukun yang didahului huruf berharakat kasrah dan
sesudahnya ada salah satu huruf isti’la yang berharakat kasrah. Contoh : فِرۡقٍ
2)
Ra sukun
karena waqaf, sebelumnya huruf isti’la sukun yang diawali dengan huruf
berharakat kasrah. Contoh : مِصۡرِ
3)
Ra sukun
karena waqaf dan setelahnya terdapat ya terbuang. Contoh : عَذَابِي
وَنُذُرِ
D. HUKUM BACAAN
MAD DAN WAQAF
1. Hukum Bacaan
Mad
Secara bahasa, mad berarti panjang,
memanjangkan atau menambahkan. Sedangkan menurut istilah dalam ilmu tajwid, mad
artinya memanjangkan suara bacaan menurut aturan tertentu dalam membaca
Al-Qur’an. Macam-macam mad, yaitu[19]
:
a) Mad Thabi’i
Apabila
ada alif ( ا )
terletak sesudah fathah atau ya sukun ( يۡ )
sesudah kasrah atau wawu sukun ( وۡ ) sesudah dhammah, maka
dihukumi mad thabi’i. Mad artinya panjang, thabi’i artinya : biasa. Cara
membacanya harus sepanjang dua harakat atau disebut satu alif contoh : سَمِيْعٌ, يَقُوْلُ,
كِتَابٌ
b) Mad Wajib
Muttasil
Apabila ada mad thabi’i bertemu dengan hamzah ( ء ) didalam satu kalimat atau kata. Cara membacanya wajib
panjang sepanjang 5 harakat atau dua setengah kali mad thabi’i ( dua setengah alif ). Contoh : سَوَآءٌ - جَآءَ -
جِيْءَ
c) Mad Jaiz
Munfasil
Apabila
ada mad thabi’i bertemu dengan hamzah (ء
) tetapi hamzah itu dilain kalimat. Jaiz
artinya : boleh. Munfashil artinya terpisah. Cara membacanya boleh seperti mad
wajib muttasil, dan boleh seperti mad thabi’i saja. Contoh : بِمَا أُنْزِلَ, وَﻻَأنْتُمْ
d) Mad Lazim
Mutsaqqal Kilmi
Apabila ada mad thabi’i bertemu dengan tasydid di dalam satu
perkataan, maka cara membacanya harus panjang selama 3 kali mad thabi’i atau 6
harakat. Contoh : وَﻻَالضَّآلِّينَ
e) Mad Lazim
Mukhaffaf Kilmi
Apabila
ada mad thabi’i bertemu dengan huruf mati ( sukun ), maka cara membacanya
sepanjang 6 harakat. Contoh : آﻻَن
f) Mad Layyin
Apabila ada wawu sukun ( وۡ ) atau ya sukun ( يۡ ) sedang huruf sebelumnya yaitu berharakat fathah, maka cara
membacanya sekedar lunak dan lemas. Contoh : خَوْفٌ dan
رَيْبٌ
g) Mad ‘Aridh
Lissukun
Apabila
ada waqaf atau tempat pemberhentian
membaca sedang sebelum waqaf itu ada mad thabi’i atau mad layyin, maka cara membacanya ada
3 macam :
1) Yang lebih utama
dibaca panjang seperti mad wajib muttasil
( 6 harakat ).
2) Yang pertengahan
dibaca empat harakat yakni dua kali mad thabi’i.
3) Yang pendek yakni boleh
hanya dibaca seperti mad thabi’i biasa.
Contoh : بَصِيْرٌ سَمِيْعٌ
h) Mad Shilah
Qashirah
Apabila
ada ha’ dhamir ( ﻪ
) sedang sebelum ha’ tadi ada huruf hidup ( berharakat ), maka cara membacanya
harus panjang seperti mad thabi’i. Contoh : ﻻَشَرِيْك لَهُ
i)
Mad Shilah Thawilah
Apabila ada mad shilah qashirah bertemu dengan hamzah ( ء ), maka membacanya seperti mad jaiz munfasil. Contoh : عِنْدَهُ اِﻻَّبِاذْنِه
j)
Mad ‘Iwadh
Apabila
ada fathahtain yang jatuh pada waqaf ( pemberhentian ) pada akhir kalimat, maka
cara membacanya seperti mad thabi’i. Contoh : سَميْعًا بَصيْرًا
k) Mad Badal
Yaitu
apabila ada hamzah bertemu dengan mad, maka cara bacanya seperti mad thabi’i. Contoh : إيْماَنٌ
Badal
artinya ganti. Karena yang sebenarnya huruf mad yang ada tadi asalnya hamzah
yang jatuh sukun kemudian diganti menjadi ya atau alif atau wawu. آدَمَ asalnya
أَأْدَمَ
l)
Mad Lazim Harfi Musyabba’
Yaitu
apabila pada permulaan surat dari Al-Qur’an terdapat salah satu atau lebih dari
antara huruf yang delapan, yakni ن
- ق – ص – ع – س – ل – ك – م cara membacanya seperti mad lazim, yaitu 6 harakat. Contoh : آلم
m) Mad Lazim
Harfi Mukhaffaf
Yaitu
apabila ada permulaan surat dari Al-Qur’an ada terdapat salah satu atau lebih
dari antara huruf yang lima yakni : –
ي – ط - ﻫ - ر ح
Cara
membacanya sama seperti mad thabi’i. Contoh : حم
n) Mad Tamkien
Apabila
ada ya sukun ( يْ ) yang didahului dengan
ya yang bertasydid ( يّ ) dan harakatnya kasrah. Contoh : النَبِيّيْنَ
o) Mad Farq
Yaitu bertemunya dua hamzah yang satu hamzah istifham dan
yang kedua hamzah washol
pada lam alif ma’rifat, cara membacanya sepanjang 6 harakat. Contoh : قُلْ ءٰاﷲُ اذِنَ لَكُم
2. Hukum Bacaan
Waqaf[20]
Waqaf
adalah berhenti sejenak atau putus bunyi suara dan berganti nafas. Tempatnya di
akhir kata. Keadaan huruf akhir kata ketika hendak di waqafkan ada enam :
1) Yang berakhiran
sukun, cara membacanya harus dibunyikan mati dengan terang menurut bacaan yang
semestinya, apakah qalqalah atau tidak, dan sebagainya. Contoh : اِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ
2) Yang berakhiran huruf
berharakat fathah, dhammah atau dhammahtain dan kasrah atau kasrahtain, cara
membacanya harus dibaca mati / sukun. Contoh : اِذَاوَقَبَ dibacaاِذَاوَقَبْ
3)
Yang berakhiran Ta Marbuthah (ة) membacanya harus dirubah menjadi Ha' sukun.
Contoh : صُحُفًا مُّطَهَّرَ dibaca صُحُفًا مُّطَهَّرَة ْ
4) Yang berakhiran
dengan huruf yang didahului huruf mati, dan setelah mematikan huruf akhir, maka
terdapatlah dua huruf mati, cara membacanya dibunyikan sepenuhnya dengan
menyuarakan setengah huruf yang terakhir dengan suara pendek. Contoh :
وَالْفَتْحُ dibaca وَالْفَتْحْ huruf ح dibaca setengah huruf.
5)
Yang berakhiran huruf yang didahului huruf mad atau mad
layyin. Cara membacanya dengan mematikan huruf terakhir dan dibaca panjang seperti
mad 'aridh lissukun. Contoh :
رَبِّ
الْعَا لَمِيْنَ dibaca رَبِّ الْعَا لَمِيْنْ
6) Yang berakhiran
dengan huruf yang berharakat fathahtain, membacanya dengan membunyikan menjadi
fathah yang dibaca panjang dua harakat dan berubah menjadi mad iwadh. Contoh : جَزَاءً وِّفَاقًا dibaca جَزَاءً وِّفَاقَا
|
No
|
Tanda Waqaf
|
Keterangan
|
|
1.
|
ﻤ
|
Waqaf Lazim ( Harus berhenti )
|
|
2.
|
ط
|
Waqaf Muthlaq ( lebih baik berhenti )
|
|
3.
|
ج
|
Waqaf Jaiz ( boleh berhenti, boleh terus )
|
|
4.
|
ز
|
Waqaf Mujawwaz ( boleh berhenti, terus lebih utama
)
|
|
5.
|
ص
|
Waqaf Murokh-khosh ( boleh waqaf / berhenti,karena
waqaf berikutnya terlalu jauh, terus lebih utama )
|
|
6.
|
قف
|
Waqaf Mustahab ( lebih baik waqaf )
|
|
7.
|
لا
|
La Waqfa Fihi ( bukan tempat waqaf ), jika di
akhir ayat sebaiknya berhenti .
|
|
8.
|
صلى
|
Al Washlu Aula ( dibaca terus lebih utama )
|
|
9.
|
ۛۛ
|
Waqaf Mu'anaqoh ( boleh berhenti di salah satu tanda
tersebut )
|
|
10.
|
ﺴ
|
Waqaf Sima'ie yaitu tempat waqaf nabi, Waqaf Ghuffron dan Waqaf Munzal
( Waqaf Jibril ). Sangat baik sekali jika waqaf / berhenti.
|
|
11.
|
ك
|
Kadzalik ( sama tanda waqaf sebelumnya )
|
|
12.
|
قلى
|
Al Waqfu Aula ( berhenti lebih utama )
|
|
13.
|
ق
|
Qila Fihil Waqfu ( ada yang mengatakan boleh waqaf, dibaca terus lebih
utama )
|
|
14.
|
ع
|
Ruku' (
tanda pembagian berhenti setiap hari untuk orang yang ingin membaca atau
menghafal Al-Qur'an dalam jangka 2 tahun )
|
|
15.
|
سكته
|
Saktah ( berhenti tanpa bernafas.
Terdapat di Surah Al-Kahfi : 1, Surah Yasin : 52, Surah Al-Qiyamah : 27, dan
Surah Al-Mutaffifin : 14 )
|
E. SURAH AT-TIIN
1-8[21]
Surah
At-Tiin merupakan surah dalam al Qur’an yang ke- 95. Terdiri dari 8 ayat.
Berdasarkan tempat turunnya termasuk surah Makiyyah. Kata At-Tiin terdapat pada
ayat pertama yaitu At-Tiin.
وَالتِّيْنِ وَالزَّيْتُوْنِ ﴿۱﴾ وَطُوْرِ سِينِيْنَ ﴿۲﴾ وَهذَا الْبَلَدِ الأمِيْنِ ﴿٣﴾ لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ ﴿٤﴾ ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ ﴿٥﴾ إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ ﴿٦﴾ فَمَا يُكَذِّبُكَ بَعْدُ بِالدِّينِ ﴿٧﴾ أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ ﴿٨﴾
Artinya : “ (1) Demi ( buah ) Tin dan ( buah ) Zaitun,
(2) Demi Bukit Sinai, (3) Dan demi negeri ( Mekkah ) yang aman ini, (4)
Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, (5)
Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya, (6) Kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka mereka akan mendapat
pahala yang tidak ada putus-putusnya, (7) Maka apa yang menyebabkan ( mereka )
mendustakan ( tentang ) Hari Pembalasan setelah ( adanya keterangan-keterangan
) itu ?, (8) Bukankah Allah Hakim Yang Paling Adil ? “
Ø
Mufradat ( Arti Kata )
وَهَذاَ
اْلبَلَدِ اْلاَمِيْنِ : Dan demi negeri ( Mekkah ) yang aman ini
لَقَدْ : Sungguh
خَلَقْنَااْلإِنْسنَ
: Kami telah menciptakan manusia
أَحْسَنِ
تَقْوِيْمِ : Bentuk yang sebaik-baiknya
رَدَدْنَهُ : Kami kembalikan dia
اَسْفَلَ سَفِلِيْنَ : Ke tempat yang
serendah-rendahnya
فَلَهُمْ : Maka mereka akan mendapat
اَجْرٌ : Pahala
غَيْرُ مَمْنُوْنٍ : Yang tidak ada
putus-putusnya
بَعْدُ باِلدِّيْنِ : ( Tentang ) Hari Pembalasan setelah ( adanya
keterangan-keterangan ) itu
اَلَيْسَ اللهُ : Bukankah Allah
بِأَحْكَمِ الْحكِمِيْنَ : Hakim Yang Paling Adil
Ø Kandungan
/ Makna Ayat
Ayat 1 : Dalam ayat ini Allah bersumpah dengan
buah Tiin dan Zaitun. Menurut sebagian ahli tafsir bahwa yang dimaksud dengan Tiin
yaitu tempat tinggal Nabi Nuh yaitu Damaskus ( Syiria ), yang banyak di tumbuhi
pohon Tiin. Sedangkan yang dimaksud buah Zaitun adalah Baitul Maqdis ( Yerussalem-Palestina
), yang banyak di tumbuhi pohon Zaitun. Kedua buah itu terdapat di Timur Tengah sekitar Mekkah tempat turunnya Surah
At-Tiin.
Ayat 2 : Dalam ayat ini Allah bersumpah dengan Bukit
Sinai. Bukit Sinai menurut pata ahli tafsir adalah tempat Nabi Musa AS menerima
wahyu dari Allah. Dalam ayat ini Allah juga memperingatkan manusia akan suatu
kejahatan dan tanda kebesaran-Nya yang disaksikan oleh Nabi Musa AS dan
kaumnya, ketika kitab Taurat diturunkan untuk menyelamatkan manusia dari
kegelapan syirik kepada cahaya tauhid, setelah segenap pelosok bumi dikotori
oleh kekufuran. Sesudah Nabi Musa AS meninggal para nabi dan kaumnya berpegang
kepada syariat Nabi Musa AS. Kemudian syariat ini mengalami perubahan dan
penyimpangan, sehingga datang Nabi Isa AS untuk membersihkan kembali syariat
itu. Sesudah itu terjadi pula perselisihan antar kaum Nabi
Isa dalam agama mereka sebagaimana yang terjadi pada umat-umat nabi sebelum
mereka, sehingga Allah berkenan melindungi manusia dengan mengutus Nabi
Muhammad SAW.
Ayat 3 : Dalam ayat ini
Allah SWT
bersumpah dengan negeri yang aman, yaitu kota Mekkah. Allah menegaskan bahwa Dia
memuliakan negeri Mekkah karena kelahiran Nabi Muhammad SAW dan Baitul Haram
terdapat disana. Allah bersumpah dengan
4 nama yaitu : buah Tiin, buah Zaitun, Bukit Sinai, dan kota Mekkah. Karena 4 nama tersebut tidak asing bagi umat manusia khususnya yang berdiam di sekitar Timur Tengah. Keempat nama itu
berkaitan erat dengan tempat para nabi yang memiliki pengaruh dan peranan yang besar dalam melepaskan manusia dari kegelapan kepada cahaya yang terang.
Ayat 4 : Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa Dia
telah menjadikan manusia makhluk ciptaan-Nya yang paling baik / sempurna.
Kesempurnaan itu terdapat pada bentuk fisik ( jasmani ) dan psikis ( rohani ).
Kesempurnaan manusia pada bentuk fisik, seperti :
·
Wanita dikaruniai wajah dengan paras yang cantik
sedangkan laki-laki berwajah ganteng dan tampan lengkap dengan anggota
tubuhnya.
·
Manusia mengambil apa yang dikehendaki dengan
tangan, lain halnya binatang mengambil sesuatu dengan mulut.
Sedangkan
kesempurnaan manusia pada psikisnya, seperti :
·
Manusia diberi akal untuk menerima bermacam-macam
ilmu pengetahuan sehingga dapat berkreasi dan sanggup menguasai seluruh alam
dan binatang. Akal tidak dimiliki oleh makhluk lainnya sehingga manusia
termasuk ciptaan Allah terhebat.
·
Tetapi manusia terkadang lupa akan dasar
perbedaannya dengan binatang. Manusia banyak yang melakukan perilaku seperti
binatang dengan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan akal sehat.
Seperti sombong, tamak, kufur dan lain sebagainya. Manusia hanya ingat
kehidupan dunia dan lupa akan kehidupan akhirat.
Ayat 5 : Dalam ayat ini Allah
menegaskan bahwa jiwa manusia tersebut telah dikuasi oleh kejahatan, terbenam
dalam kesesatan, lupa akan fitrah kejadiaannya, terpengaruh oleh nafsu
kebinatangan serta terjerumus ke jurang keonaran dan dosa. Orang-orang yang
tetap pada fitrahnya, akan mendapat perlindungan dan dipelihara oleh Allah.
Ayat 6 : Dalam ayat ini Allah
mengungkapkan bahwa manusia yang dilindungi dan dipelihara dari lembah kehinaan
dan dosa, hanyalah orang-orang yang beriman dan suka beramal shaleh.
Orang-orang yang mengakui bahwa alam semesta ini ada penciptanya yang mengatur
semua urusan dan membentuk syariat-syariat ( hukum agama ) yang harus dipatuhi
yaitu Allah. Setiap perbuatan manusia akan ada balasannya. Perbuatan jahat
ancamannya berupa neraka, begitu pula perbuatan baik mendapat pahala ( surga ).
Balasan itu akan diterima manusia setelah dihidupkan kembali pada hari kiamat
setelah dihisab. Orang-orang yang selamat hanyalah para pengikut nabi dan orang
yang mendapat petunjuk kepada jalan yang benar.
Ayat 7 : Dalam ayat
ini Allah mencemo’oh orang-orang
musyrik atas keberanian mereka mendustakan Hari Pembalasan. Padahal tanda-tanda
kebesaran atau kebenaran Allah jelas adanya. Manusia yang
dusta berarti buta mata hati dan
sesat dalam perjalanan.
Ayat 8 : Dalam ayat ini Allah
menambah keterangan yang menguatkan penegasan-Nya dalam bentuk pertanyaan, “ Bukankah
Allah Hakim Paling Adil ? “. Itulah sebabnya, Allah mengadakan Hari
Pembalasan agar manusia dapat memelihara kedudukan dan kehormatan, agar tidak
jatuh ketempat yang paling rendah yang disebabkan karena kebodohannya. Allah
masih sayang kepada manusia oleh karena itu Allah mengutus para rosul untuk
membawa berita gembira dan berita yang menakutkan disertai syariat-syariat yang
menunjukan jalan yang benar.
F. SURAH
AL-INSYIRAH[22]
Surah
Al-Insyirah (اَلْانْشرَاح) artinya kelapangan. Surah Al-Insyirah adalah Surah ke-94
dari 114 surah dalam Al-Qur’an. Surah ini terdiri atas 8 ayat dan termasuk golongan
surah-surah Makkiyah. Surah ini juga dinamakan dengan Surah Alam
Nasyrah. Ada juga yang menyebutnya Surat Asy-Syarh (سورة الشرح ). Semua nama tersebut merujuk ke ayat pertamanya.
أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ ﴿۱﴾ وَوَضَعْنَا عَنْكَ وِزْرَكَ ﴿۲﴾ الَّذِيْ أَنْقَضَ ظَهْرَكَ ﴿٣﴾ وَرَفَعْنَا لَكَ
ذِكْرَكَ ﴿٤﴾ فَإِنَّ مَعَ
الْعُسْرِ يُسْرًا ﴿٥﴾ إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا ﴿٦﴾ فَإِذَا فَرَغْتَ
فَانْصَبْ ﴿٧﴾ وَإِلىٰ رَبِّكَ فَارْغَبْ ﴿٨﴾
Artinya : “ (1) Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu ?, (2)
Dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu, (3) Yang memberatkan
punggungmu ?, (4) Dan Kami tinggikan bagimu sebutan ( nama ) mu, (5) Karena
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, (6) Sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada kemudahan, (7) Maka apabila kamu telah selesai ( dari suatu
urusan ), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh ( urusan ) yang lain, (8) Dan
hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. ”
Ø Mufradat ( Arti Kata )
أَلَمْ
شْرَحْ : Bukankah
Kami telah melapangkan
لَكَ صَدْرَكَ : Untukmu dadamu ?
وَوَضَعْنَا
: Dan Kami telah menghilangkan
عَنْكَ : Daripadamu
وِزْرَكَ : Bebanmu
الَّذِيْ
أَنْقَضَ : Yang
memberatkan
ظَهْرَكَ : Punggungmu ?
وَرَفَعْنَا : Dan Kami tinggikan
لَكَ
ذِكْرَكَ : Bagimu
sebutan ( nama ) mu
فَإِنَّ مَعَ : Karena sesungguhnya sesudah
الْعُسْرِ
يُسْرًا : Kesulitan
itu ada kemudahan
إِنَّ مَعَ : Sesungguhnya sesudah
الْعُسْرِ
يُسْرًا : Kesulitan
itu ada kemudahan
فَإِذَا : Maka
apabila
فَرَغْتَ : Kamu telah selesai ( dari suatu
urusan )
فَانْصَبْ : Kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh ( urusan ) yang lain
وَإِلىٰ : Dan hanya kepada
رَبِّكَ : Tuhanmulah
فَارْغَبْ : Hendaknya kamu berharap
Ø Kandungan / Makna Ayat
Ayat 1 : Dalam ayat
ini Allah menyatakan bahwa Allah telah melapangkan dada Nabi Muhammad SAW dan telah
membersihkan jiwa Nabi SAW dari segala macam perasaan cemas, sehingga dia tidak
gelisah dan tidak merasa susah ketika menghadapi kebodohan dan keras kepala
dari kaumnya yang tidak mau mengikuti kebenaran. Allah menjadikan selalu tenang
dan percaya akan pertolongan dan bantuan Allah kepadanya serta yakin bahwa
Allah yang menugasinya sebagai Rasul sekali-kali dan Allah tidak akan membantu
musuh-musuhnya. Orang yang lapang dada adalah orang yang besar dan kuat
cita-citanya, seberapa berat beban yang dipikulnya maka beban tersebut dianggap
enteng.
Ayat 2 : Yang
dimaksud dengan beban di sini ialah kesusahan-kesusahan yang diderita dan
dialami Nabi Muhammad SAW dalam menyampaikan wahyu yang diterimanya. Dalam ayat
ini Allah menyatakan bahwa Allah telah meringankan beban yang dipikulkan kepada
Nabi-Nya dalam menunaikan penyebaran risalah-Nya sehingga dengan mudah ia dapat
menyampaikannya kepada manusia, dengan jiwa yang tenteram menghadapi tantangan
musuh-musuhnya walaupun kadang-kadang tantangan itu berbahaya.
Ayat 3 : Dalam ayat
ini Allah menerangkan pula bahwa beban berat yang dirasakan Nabi Muhammad SAW
berupa pikiran tentang keadaan buruk kaumnya dan sempitnya hati akibat
berhadapan banyaknya masalah yang harus dipecahkan.
Ayat 4 : Allah
menerangkan bahwa Allah telah mengangkat derajat Nabi Muhammad SAW, meninggikan
kedudukannya dan memperbesar pengaruhnya. Dengan menjalani beban yang berat
dalam berdakwah, membebaskan umat manusia dari perbudakan, kebodohan dan
kerusakan pikiran sehingga membawa manusia kepada fitrahnya. Dalam melaksanakan
tugas itu Nabi tetap bersabar dan tawakkal kepada Allah, sehingga Allah telah
mengangkat derajatnya dan meninggikan sebutan nama beliau.
Ayat 5 : Dalam ayat
ini Allah menyatakan bahwa sesungguhnya di dalam setiap kesempitan di situ
terdapat kelapangan dan di dalam setiap kekurangan sarana untuk mencapai suatu
keinginan di situ pula terdapat jalan keluar, jika seseorang dalam menuntut
sesuatu tetap berpegang pada kesabaran dan tawakal kepada Tuhannya. Tidak ada
kesulitan yang tidak teratasi, jika jiwa seseorang bersemangat untuk keluar
dari kesulitan dan mencari jalan pemecahan menggunakan akal pikiran yang benar
dan bertawakkal kepada Allah niscaya akan keluar dari kesulitan, meskipun
berbagai rintangan datang silih berganti namun pada akhirnya akan menemukan
kemenangan.
Ayat 6 : Pada Ayat
ke-6 ini adalah pengulangan ayat sebelumnya untuk menguatkan arti yang
terkandung dalam ayat yang terdahulu, yakni setiap kesulitan atau cobaan yang
dialami, jika dihadapi dengan sabar, tidak mengeluh dengan tekad yang
sungguh-sungguh dan berusaha dengan sekuat tenaga untuk melepaskan diri
daripadanya pasti kemudahan itu akan tiba. Pada ayat ke-5 dan ke-6 ada
pengulangan makna, hal ini menunjukkan bahwa kedua ayat tersebut mengandung
makna “ setiap satu kesulitan akan diiringi dua kemudahan ”.
Ayat 7 : Allah
menjelaskan bahwa dalam kehidupan sehari-hari harus bekerja keras, dilarang
bermalas-malasan. Bila telah selesai mengerjakan suatu pekerjaan maka haruslah
mengerjakan pekerjaan yang lain, tidak menyia-nyiakan waktu dan tidak
menunda-nunda suatu pekerjaan. Sebagian ahli tafsir menafsirkan apabila kamu ( Muhammad
) telah selesai berdakwah maka beribadatlah kepada Allah, apabila kamu telah
selesai mengerjakan urusan dunia maka kerjakanlah urusan akhirat, dan ada lagi
yang mengatakan : apabila telah selesai mengerjakan shalat maka berdoalah.
Ayat 8 : Allah
menegaskan agar Nabi Muhammad SAW jangan mengharapkan kepada siapapun dalam
hasil usahanya selain berharap kepada Allah, dan hendaklah hasil amal
perbuatannya hanya menuntut keridaan Allah semata-mata karena Dialah yang
sebenarnya yang dituju dalam amal ibadat dan pada-Nyalah tempat merendahkan
diri.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Alif lam syamsiah adalah alif lam yang dirangkai dengan
kata benda ( isim ) yang diawali dengan salah satu dari huruf-huruf syamsiah.
Syamsiah artinya seperti matahari, cara membaca alif lam syamsiah dengan cara
memasukkan atau mentasydidkan huruf setelah alif lam, sehingga suara alif lam
hilang. Sedangkan alif lam qamariyah adalah alif lam yang dirangkai dengan kata
benda ( isim ) yang diawali dengan salah satu huruf qamariyah. Qamariyah
artinya seperti bulan, cara membaca alif lam qamariyah harus jelas dan terang,
atau Izhar.
2.
Apabila ada nun mati / tanwin (
نۡ / ٌ ٍ ً
) bertemu dengan huruf hijaiyah, hukum
bacaannya ada empat macam, yaitu : Izhar, Idgham, Iqlab, dan Ikhfa. Dan
hukum bacaan mim mati dibedakan menjadi tiga, yaitu Idgham Mutamasilain,
Ikhfa Syafawi, dan Izhar Syafawi. Pembagian itu berdasarkan
perbedaan makhraj huruf dan sifatnya.
3.
Qalqalah adalah membaca huruf-huruf tertentu dengan
gerakan suara yang memantul dari makhrajnya. Huruf-huruf itu berharakat sukun,
fathah, kasrah, dan dhammah, yang dibaca sukun disebabkan berhenti. Jumlah
huruf qalqalah ada lima, yaitu : ق, ط, د, ج, ب. Qalqalah
ada dua macam yaitu : Qalqalah Sugra dan Qalqalah Kubra. Dan huruf ra ( ر ) adalah salah satu huruf hijaiyah yang pengucapannya
berbeda-beda. Satu waktu dibaca tebal sementara yang lain dibaca tipis.
4.
Secara bahasa, mad berarti panjang, memanjangkan atau
menambahkan. Sedangkan menurut istilah dalam ilmu tajwid, mad artinya
memanjangkan suara bacaan menurut aturan tertentu dalam membaca Al-Qur’an. Dan waqaf adalah berhenti sejenak atau putus
bunyi suara dan berganti nafas. Tempatnya di akhir kata.
5.
Sumpah Allah yang ada dalam Al-Qur’an berfungsi
sebagai argumentasi. Karena itu, Allah memilih sesuatu yang mempunyai kaitan
erat dengan kandungan sumpah-Nya. Manusia tidak menyadari keistimewaan, dia
menyangka bahwa dirinya sama dengan makhluk yang lain. Karena manusia yang
dulunya sejahtera dan tidak tamak,
tetapi setelah manusia tidak kuat dengan godaan yang dibuat setan, maka Allah
mengembalikan manusia ketempat yang paling rendah, kecuali bagi orang-orang
yang jiwanya penuh iman.
6.
Dalam Surah Al-Insyirah terbaca ketegasan Allah
mengenai nikmat-nikmat yang telah diberikan-Nya kepada Nabi Muhammad SAW.
Makanya, Nabi diseru agar melakukan amal-amal shaleh, berdakwah menyebarkan
kebenaran, dan senantiasa bertawakal kepada-Nya.
B.
SARAN
Demikian makalah yang telah kami
sampaikan. Manusia dalam berbuat tentunya terdapat kesalahan yang sifatnya
tersilap dari yang telah ditetapkan atau seharusnya. Di akhir makalah ini, kami
mengharapkan sekali kritik dan saran dari para pembaca agar dalam penulisan
makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi. Kami selaku penulis mohon maaf
apabila dalam penulisan makalah ini terdapat perkataan yang kurang berkenan di
hati para pembaca, dan kami juga mengucapkan terima kasih banyak atas kritik
dan saran yang telah diberikan kepada kami. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
kita semua. Amiin Yaa Rabbal A’lamiin.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Al-Qur’an Hadits Untuk Mts
Semester Genap Kelas VIII, ( Diponegoro : Putra Kertonatan ).
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir
Al-Qur’an Al-Karim, ( Bandung : Pustaka Hidayah, 1997 ).
Suismanto, Kosim Abdullah, dan Ahmad
Sahar, Al-Qur’an dan Hadits Kelas VII, ( Yogyakarta : Yudhistira, 2007
).
Team Guru PAI Mts, LKS Qur’an
Hadits Madrasah Tsanawiyah Kelas VII, ( Sragen : Akik Pustaka ).
Tim Kreatif Putra Nugraha, Al-Qur’an
Hadits Kelas VIII Semester 2, ( Surakarta : Putra Nugraha ).
Tim Kreatif Putra Nugraha, Al-Qur’an
Hadits Kelas IX Semester 2, ( Surakarta : Putra Nugraha ).
Tim Penyusun, Qur’an Hadits Untuk
Madrasah Tsanawiyah, ( Jakarta : Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama
Islam Departemen Agama RI, 2002 ).
Tim Penyusun, Qur’an dan Hadits
Pedomanku Untuk Madrasah Tsanawiyah Kelas VII, ( Yogyakarta : Pustaka Insan
Madani, 2006 ).
[1]
Tim Penyusun, Qur’an dan Hadits Pedomanku Untuk Madrasah Tsanawiyah Kelas
VII, ( Yogyakarta : Pustaka Insan Madani, 2006 ), hal. 7.
[2]
Ibid, hal. 8.
[3]
Ibid, hal. 8.
[4]
Ibid, hal. 19.
[5]
Tim Penyusun, Qur’an Hadits Untuk Madrasah Tsanawiyah, ( Jakarta :
Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, 2002 ), hal.
143.
[6]
Ibid, hal. 19.
[7]
Tim Penyusun, Op. Cit, hal. 145.
[8]
Team Guru PAI Mts, LKS Qur’an Hadits Madrasah Tsanawiyah Kelas VII, (
Sragen : Akik Pustaka ), hal. 5.
[9]
Team Guru PAI Mts, LKS Qur’an Hadits Madrasah Tsanawiyah Kelas VII, (
Sragen : Akik Pustaka ), hal. 6.
[10]
Team Guru PAI Mts, LKS Qur’an Hadits Madrasah Tsanawiyah Kelas VII, (
Sragen : Akik Pustaka ), hal. 6.
[11]
Team Guru PAI Mts, LKS Qur’an Hadits Madrasah Tsanawiyah Kelas VII, (
Sragen : Akik Pustaka ), hal. 6.
[12] Ibid,
hal. 21.
[13]
Team Guru PAI Mts, LKS Qur’an Hadits Madrasah Tsanawiyah Kelas VII, (
Sragen : Akik Pustaka ), hal. 7.
[14]
Team Guru PAI Mts, LKS Qur’an Hadits Madrasah Tsanawiyah Kelas VII, (
Sragen : Akik Pustaka ), hal. 7-9.
[15]
Team Guru PAI Mts, LKS Qur’an Hadits Madrasah Tsanawiyah Kelas VII, (
Sragen : Akik Pustaka ), hal. 3-4.
[16] Tim
Kreatif Putra Nugraha, Al-Qur’an Hadits Kelas VIII Semester 2, (
Surakarta : Putra Nugraha ), hal. 5.
[17]
Tim Kreatif Putra Nugraha, Al-Qur’an Hadits Kelas IX Semester 2, (
Surakarta : Putra Nugraha ), hal. 6-7.
[18]
Tim Kreatif Putra Nugraha, Al-Qur’an Hadits Kelas VIII Semester 2, (
Surakarta : Putra Nugraha ), hal. 6-7.
[19]
Ahmadi, Al-Qur’an Hadits Untuk Mts Semester Genap Kelas VIII, (
Diponegoro : Putra Kertonatan ), hal. 36-42.
[20]
Suismanto, Kosim Abdullah, dan Ahmad Sahar, Al-Qur’an dan Hadits Kelas VII,
( Yogyakarta : Yudhistira, 2007 ), hal. 54-61.
[21]
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim, ( Bandung : Pustaka
Hidayah, 1997 ).
[22]
Suismanto, Kosim Abdullah, dan Ahmad Sahar, Al-Qur’an dan Hadits Kelas VII,
( Yogyakarta : Yudhistira, 2007 ), hal. 72-73.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar